
Bulan puasa, identik dengan membanjirnya lagu lagu religi bernafaskan Islami di industri rekaman musik Indonesia.
Salah satunya lahir dari kota Solo, Jawa Tengah. Namaya Assahlan yang diproduseri dokter kulit yang bekerja di Be Hati Skin Clinic, Care & Esthetics, Solo, yakni dr. Khoirul Hadi SpKK.
Assahlan langsung memperkenalkan 12 lagu, 6 di antaranya sudah bisa didengar lewat YouTube dan sejumlah toko digital lainnya. Lagu lagu tersebut adalah “Kembang Duka”, Mari Puasa, “Sahur”, Berbagi Rejeki” dan lain-lain.
Musik Pop plus Unsur Etnik Nusantara
Uniknya, musik untuk seluruh lagu tersebut sengaja disiapkan sang dokter bersama 7 musisi lainnya, tanpa mengikut sertakan rebana dan alat musik sejenis yang biasa dipakai untuk musik religi Islami dan Qasidahan.
“Pokoknya nggak ada warna Arab. Ini musik religi universal. Kami hanya mengakomodir penggunaan alat musik tradisi Indonesia. Seperti Sampe dari Kalimantan, Sasando dari NTT, suling, gamelan dan lain-lain,” ungkap ujar dr. Khoirul Hadi SpKK, yang bertindak sebagai produser sekaligus penulis seluruh lirik lagu di album ini dalam acara Cakap Cakap via Instagram Live @bensleo52.
Karenanya, pada lagu single hits “Kembang Duka”, misalnya terdengar jelas tembang Jawa pada bagian intro. “Ini memang sesuai seperti yang saya inginkan,” kata dokter Khoirul sambil menyebut lagu “Selamat Datang Cahaya”, memperlihatkan unsur kuat gamelan Jawa, dan unsur musik etnik lainnya seperti dari Aceh, Minang, Sunda.
Sebagai sebuah kelompok musisi, Assahlan dirancang Khairul menjadi band unik dan berbeda dari kebanyakan band. Tengok pada video klip misalnya, si penyanyi dan musisi pendukung sengaja memakai masker dan tidak memperlihatkan wajah.
“Sejak awal, saya sengaja menutup diri Assahlan. Saya memaksa orang lain mendengar lagu kami tanpa perlu mengetahui siapa penyanyinya. Apresiasi karya kami tidak usah manusianya. Kalau lagu kami sudah dikenal, baru saya perkenalkan satu persatu pemain dan penyanyinya,” ucap dokter yang lahir di Boyolali ini.
Kebangkitan Setelah Sembuh Covid
Penggarapan album Asshalan terasa cepat. Dari Januari-Maret 2021. “Dalam satu hari, kami menyelesaikan rekaman lima lagu, nyaris tanpa retake,” ujar dr. Khoirul Hadi.
Sementara itu Kurniawan, penyanyi utama Assahlam menyebut, “Satu album ini dikerjakan hanya dalam watu 9 shift, atau 45 jam saja! Semua ini hanya bisa dilakukan atas arahan Pak dokter,” katanya
Tema lirik lagu Assahlan seluruhnya lahir di tengah Khairul Hadi menjalani perawatan intensif rumah sakit akibat terinfeksi Covid-19, Desember 2020.
“Selama dirawat dalam kondisi fisik dan psikologi saya kacau. Saya coba membuat coretan baik puisi maupun catatan pribadi. Puisi pertama saya “Kembang Duka” saya jadikan lagu. Sementara catatan pribadi mungkin akan saya terbitkan jadi buku,” jelas Khairul.
Puisi “Kembang Duka” ditulis Khoirul tentang kedatangan ajal yang tidak bisa ditunda. “Itu menggambarkan kondisi sewaktu di ruang ICU. Setiap hari saya melihat yang meninggal. Saya punya potensi sama. Tinggal lebih cepat atau lebih lambat,” urainya
Khairul masih punya impian, album Assahlan bisa dipanggungkan secara live dengan iringan musik orkestrasi.
“Tapi bukan dimainkan oleh musisi orkes terkenal. Dimainkan tetap oleh kita-kita. Saya bayangkan, di tengah acara itu harus ada ada Pembawa acara yang kuat dan menjadi magnet utama. Mungkin suatu saat bisa terlaksana,” tukasnya XPOSEINDONESIA/NS Foto : Dudut Suhendra Putra & Muhamad Ihsan