I Dewa Gede Budjana, merilis buku langka. Gitaris dari kelompok band Gigi ini, membuat buku berisi photo dan cerita tentang 34 buah gitarnya berjudul “Dawai Dawai Dewa Budjana”. Ini bukan buku biasa. Ada cerita menakjubkan dan perjalanan panjang untuk mewujudkannya. Bahkan dari tahun 2001.
Cerita tak terbayangkan dimulai ketika Budjana menyerahkan satu persatu dari 34 buah gitar kesayangan itu, untuk diukir atau dilukis pada perupa-perupa ternama Indonesia, yang mewakili lanskep seni rupa Indonesia saat ini. Mereka antara lain : Srihadi Soedarsono, Jeihan, Djoko Pekik, Teguh Ostenrik, Nyoman Nuarta, Nyoman Gunarsa, Ay Tjoe Christine, Astari Rasyid dan lain-lain.
Hasilnya, ini menjadi sebuah seni kontemporer baru, di mana media konventional berupa kanvas, kertas, kayu, batu, logam, resin dan pvc yang biasa digunakan perupa sebagai media lukis berubah pada gitar. Gitar Budjana pun beralih fungsi sebagai media ekpresi yang memiliki gaya dan materi yang beragam dan sangat ekspresif. Bahkan saking ekspresifnya, fungsi gitarnya sendiri menjadi hilang.
“Ada sejumlah gitar yang saya serahkan pada perupa untuk dikreasikan, tidak bisa lagi dimainkan,” kata Budjana dalam press conferece di Museum Gajah, 30 Agustus 2013. “Karena saya memang membebaskan mereka untuk mengeksplorasi gitar saya. Bahkan seandainya mereka mau memotong-motongnya. Tapi saya gembira, karena semua adalah karya terbaik dari para perupa kita.”
Untuk kepentingan pendokumentasian foto buku ini, Budjana berkolaburasi dengan tujuh fotografer profesional, antara lain Jay Subyakto, Rio Helmi, Ray Bachtiar, Darwis Triadi, Anton Ismael, Aryono Huboyo Djati dan Firdaus Fadlil. Mereka memotret gitar yang sedang diproses dan setelah jadi.
Sementara dari sisi penulisan, Bre Redana, redaktur senior Kompas ditunjuk untuk membuat sebuah tulisan sebanyak jumlah gitar.
Yang teristimewa dari buku ini, seluruh proses kerja dengan seniman tidak dibayar. “Jika harus bayar, saya tidak mampu mewujudkannya! Bahkan dengan menjual rumah saya pun tidak cukup!”
Buku “Dawai Dawai Dewa Budjana” sudah selesai cetak dan masuk ke toko buku Gramedia. Sementara gitar-gitar yang sudah mendapat sentuhan seni baru dari para perupa tadi akan masuk Museum.
Bujana memang sedang membagun impian membuat museum yang diberi nama Museum Gitarku. Sebidang tanah sudah disiapkan di kawasan Payogan, Ubud, Bali. Gambar konstruksinya sudah selesai dibuat oleh Popo Danes. “Ini obsesi saya yang lain. Jika sudah masuk museum, tentu saya tidak bisa lagi memainkan gitar-gitar itu. Tapi saya masih punya 100-an yang lain!”
Buku dan gitar Bujana bukan sekadar karya seni kotemporer biasa. Di dalamnya terkadung pula makna filosofis, di mana unsur seni rupa, seni suara, gambar dan ukiran bersatu dengan gitar sebagai instrumen musik.
Budjana sudah menggurat sejarah baru. Sejarah ini bukan hanya dicatat untuk dirinya, tapi juga untuk Indonesia dan Dunia. Ya, gitar macam begini kemudian dimuseumkan memang baru dibuat atas ide I Dewa Gede Budjana. (Nini Sunny Foto : Yuri Rahadian)