
Alm. Chrisye selalu tampil dengan kostum bermotif tradisional Indonesia. Dia boleh disebut salah satu, (atau bisa jadi satu-satunya) penyanyi pria Indonesia yang konsisten mengenakan kostum bermotif Indonesia di setiap kali manggung.
Image ini pula yang mengilhami Oleg Sancabakhtiar membuat event bertajuk “Kain Legendary Chrisye”, dalam program kerja panjangnya bertajuk “Legendary Chrisye Dekade Project (LCDP)”.
Apa istimewanya Kain untuk project ini? Selain memang dekat dengan latar belakang Chrisye tadi, “Kain telah menemani manusia, sejak lahir bahkan hingga ke liang kubur, ketika kematian menjemput, manusia tetap memakai kain!” ungkap Shinta D Hamid Sancabakhtiar, isteri Oleg yang juga bekerja serius untuk LCDP.
Sekedar mengingatkan, LCDP adalah sebuah event kreasi Oleg Sanchabahtiar yang bermuara pada satu nama besar : CHRISYE! Event ini disusun dalam berbagai acara menarik, berwawasan dan menghibur. Antara lain, Oleg membentuknya dalam pementasan musik, rilis buku, pemutaran film, juga peluncuran kain ini.
Filosofi X
Sejak awal, Oleg sudah melaunching logo LCDP dalam huruf X. Dalam penulisan angka Romawi, ini berarti 10. Dan angka itu juga bisa diartikan sebagai satu dekade. Sebuah perjalanan waktu, di mana Oleg pernah ikut terlibat dalam program pembuatan album Chrisye bertajuk “Dekade”
Khusus untuk event LCDP bertajuk “Kain”, Oleg ingin menggunakan motif Batik LegendaryChrisye dari logo yang dikonsepnya dan didesign Danton Sihombing, seorang graphic designer senior. Oleg meminta bantuan Iwet Ramadhan mewujudkannya.
“Waktu menerima pekerjaan ini, kaget juga. Apa saya bisa?” Tapi saya harus bisa menerima tantangan Oleg,” ungkap Iwet Ramadhan, saat peluncuran batik LCDP motif X pada batik di Bin House, di Jl Purworejo No X, 30/03/14. Pada tanggal ini, tepat di 7 tahun lalu, Chrisye wafat. Hadir pula dalam acara ini, isteri dan anak-anak alm. Chrisye yakni Damayanti Noor dan si Kembar Pasya dan Masya.
Bagi Iwet Ramadhan, motif X LCDP mengingatkannya pada motif Kawung pada batik. Sebuah motif paling dasar dan termasuk yang paling tua di jajaran sejarah motif batik. Motif ini bisa dikatakan sebuah simbol kesempurnaan.
Kawung atau Suwung yang berarti kosong merupakan simbol kenetralan jiwa & pikiran juga pengendalian diri tingkat tinggi. Simbol kemurnian, kesucian dan kesempurnaan. Maka berpadulah simbol serta bahasa masa lampau dan masa kini, dengan artinya masing-masing. “Motif Kawung ini selalu dipakai Semar, manusia titisan Dewa yang berakhlak sangat baik, memiliki pemikiran-pemikiran tajam dan sangat bijaksana”,” ujar Iwet Ramadhan
Iwet kemudian meminta Achmad, seorang pemuda sederhana, berumur 22 tahun, yang sedang bersekolah agama di Jakarta Utara, untuk melukiskan motif batik LCDP ini pada selembar kain, “Ini dikerjakan dengan tehnik membatik yang rumit,” kata Iwet, “Achmad ini tergolong manusia unik. Dia masih muda, tapi tidak tertarik gadget dan kebut-kebutan. Ia malah berminat besar pada membatik. Achmad juga tengah belajar tehnik pembatikan dan pewarnaan kuno pada kain yang diadakan sebuah balai pelatihan di Jakarta,” ungkap Iwet lagi
Kain batik berlogo X LCDP ini masih dalam proses penyelesaian, jika kelak selesai, Oleg dan Iwet bersepakat untuk melelangnya. Sebagai penggagas Oleg Sanchabakhtiar berharap, motif ini bisa turut memperkaya motif batik dari generasi kini ke dalam khasanah perbatikan negRI. “Semoga juga bisa menarik minat anak muda sekarang untuk ikut menjaga warisan bangsa,” begitu katanya. XPOSEINDONESIA/NS Foto: Dudut Suhendra Putra
More Pictures