Rabu, November 19, 2025

Related Posts

K-pop, Gugak, dan Strategi Mencari Identitas: Antara Seni, Akar Budaya, dan Perdebatan tentang “Ke-Korea-an”

- Advertisement -

Para ahli sepakat bahwa penggunaan gugak secara selektif dalam K-pop mencerminkan dua hal sekaligus: strategi industri dan dorongan artistik. Gugak sendiri adalah musik tradisional Korea, sebuah payung besar yang mencakup musik istana (jeongak), musik rakyat (minsogak), teknik vokal klasik seperti pansori, serta instrumen tradisional seperti gayageum, geomungo, daegeum, haegeum, hingga drum janggu dan buk. Dengan warna bunyi yang khas dan pola ritme yang unik (jangdan), gugak membawa identitas musikal Korea yang sudah hidup ratusan tahun.

Jejak dialog antara K-pop dan gugak terlihat jelas dalam karya-karya terbaru para idola.

Kesuksesan global film Netflix “KPop Demon Hunters” menjadi bukti paling mutakhir. Lagu utama soundtrack-nya, “Golden,” bukan hanya mencetak sejarah sebagai lagu K-pop pertama oleh penyanyi perempuan yang menempati No. 1 Billboard Hot 100, tetapi juga memperkenalkan penonton global pada kekayaan estetika tradisional Korea.

Penonton dibuat terpana oleh “Hunter Mantra,” sebuah komposisi yang memadukan timbre kuno, teknik chant, dan instrumen-instrumen khas gugak ke dalam produksi modern.

- Advertisement -

Ejae, salah satu penulis “Golden,” mengatakan ia “sangat bangga dengan ‘Hunter Mantra’,” karena lagu itu menampilkan tidak hanya musik pop Korea, tetapi juga “kekayaan bunyi tradisionalnya.” Komentarnya memperlihatkan satu arah perkembangan penting: K-pop semakin membuka ruang bagi warisan musikal Korea, bahkan ketika genre ini terus mendominasi panggung global.

Kolaborasi semacam ini sebenarnya bukan hal baru. Selama satu dekade terakhir, BTS, Stray Kids, dan Ateez sudah menjahit elemen gugak untuk menciptakan identitas suara yang lebih khas. BTS menghadirkan ritme tradisional dalam “Idol,” Agust D meledakkan daechwita—musik militer istana—dalam “Daechwita,” Ateez memadukan energi tradisi dalam “The Real,” sementara Stray Kids menggabungkan pola ritme gugak ke dalam “Thunderous” dan “HOP.”

Tak heran, gelombang eksperimen ini memicu perdebatan besar: Haruskah K-pop makin dalam memasukkan tradisi? Dan apa sebenarnya yang membuat musik itu “Korea”?

Apa yang Membuat Musik “Korea”?

- Advertisement -

Pertanyaan ini, menurut sebagian akademisi, berasal dari cara pandang yang problematis mengenai keaslian. Stephanie Choi, asisten profesor etnomusikologi di University of Colorado Boulder, mengingatkan agar tidak terjebak pandangan esensialis.

“Ada keyakinan populer bahwa hanya budaya tradisional yang autentik. Padahal budaya adalah proses yang terus berubah sepanjang waktu dan ruang,” katanya. “Menganggap hanya gugak yang benar-benar Korea dan K-pop kurang autentik adalah pandangan esensialis. Bahkan dalam musik tradisional sendiri, konsep ‘ke-Korea-an’ tidak pernah statis.”

Choi menegaskan bahwa memasukkan instrumen atau teknik gugak bisa menjadi pilihan artistik ataupun strategi branding, tetapi keberadaannya tidak menentukan autentisitas. Namun ia mengakui, menonjolkan akar budaya sambil menawarkan format baru ke audiens global adalah strategi pemasaran yang efektif.

Kim Sun-hong, kandidat doktor di University of Michigan, menyambut baik keterlibatan K-pop dengan gugak tetapi juga menyoroti kekhawatiran. Jika K-pop ingin menelusuri identitas ke-Korea-an, gugak memang dapat menjadi landasan penting. Namun ia cemas bahwa penggunaan gugak dalam K-pop sering hanya memotret sebagian kecil dari tradisi yang sebenarnya sangat luas, kompleks, dan kaya.

Kim juga mencatat bahwa sistem produksi K-pop — yang sangat diarahkan untuk pasar global — membentuk cara gugak dipersepsikan. Bagi pendengar arus utama, elemen gugak dalam K-pop sering terdengar “eksotis.” Penggunaan ini bisa terbaca sebagai strategi diferensiasi, atau sebagai penghormatan tulus terhadap warisan budaya, sebagaimana lagu klasik Shin Jung-hyeon “Mi-in.”

Alat untuk Bercerita, Bukan Penentu Identitas

Di sisi pelaku industri, perpaduan K-pop dan gugak lebih dipandang sebagai perluasan bahasa ekspresi, bukan penentu identitas genre.

Seorang pejabat dari agensi besar K-pop mengatakan bahwa unsur tradisional memberi kedalaman visual sekaligus sonik. “Banyak artis meminjam komponen tradisional sebagai konsep, baik secara visual maupun musikal. Ini memperkuat kekuatan ekspresif karya mereka,” ujarnya. “Untuk lagu yang temanya berakar pada bahasa dan gagasan Korea, suara tradisional memberi pengalaman yang akrab tetapi tetap segar bagi pendengar global.”

Menurutnya, masa depan bukanlah ledakan K-pop berbasis gugak, melainkan eksperimen yang stabil dan berkelanjutan. Banyak grup global sebenarnya sudah konsisten menghadirkan elemen tradisional dalam diskografi mereka — sebuah proses alami yang kemungkinan akan terus berlangsung. XPOSEINDONESIA Foto : Big Hit Music

Latest Posts

BerandaKoreanK-POPK-pop, Gugak, dan Strategi Mencari Identitas: Antara Seni, Akar Budaya, dan Perdebatan...