LSF Kini : Bukan Tajam Gunting, tapi Tajam Pikiran

- Advertisement -


Lembaga Sensor Film  
 (LSF)  semakin hari semakin menghadapi  tugas yang berat. Kini  mereka hanya  akan memiliki 17 anggota, terdiri atas 12 (dua belas) orang dari unsur masyarakat dan 5 orang unsur pemerintahan.  Nama-nama anggota LSF yang baru  sedang menunggu  keputusan Presiden Jokowi, setelah sebelumnya disetujui oleh semua anggota Komisi I  DPR.

Sementara itu, dalam PP lama, jumlah anggota LSF hanya ditetapkan maksimal sebanyak 45 orang. Dalam PP baru disebutkan bahwa anggota LSF ditetapkan dengan keputusan presiden untuk masa jabatan 4 tahun. Dalam PP lama, anggota LSF diangkat oleh presiden atas usul Menteri Penerangan untuk masa tugas 3 tahun.

Menurut catatan anggota LSF, Prof Dr. HM Ridwan Rais, yang dibacakannya dalam diskusi “Meningkatkan Pertahanan dan Ketahanan Budaya Bangsa Melalui Sensor Film”, di Gedung Film Jakarta, Kamis (2/7),   “Tugas LSF adalah melakukan penyensoran terhadap film, reklame film yang akan diedarkan di bioskop maupun di televisi.”

Ridwan Rais  juga menyebut sekarang ini terdapat 764 stasiun televisi, termasuk televisi lokal,  dan  terdapat 870 layar bioskop di seluruh Indonesia. “Di samping itu  masyarakat juga masih mendapat  tontonan dari CD yang bebas diperjualbelikan yang lolos dari jangkauan  LSF,” katanya.

Ridwan  menerangkan, tugas penyensoran  dilakukan dengan melihat dari beragam sisi, antara lain agama,  ideologi dan politik  juga sosial budaya.

Khusus dari sisi sosial budaya, film bisa dinyatakan tidak akan lolos LSF apabila memuat adegan yang dapat merusak norma kesopanan umum, ejekan terhadap adat istiadat tertentu  yang akan merugikan dan merusakan budi pekerti masyarakat.

Produser film Zairin Zain  dalam forum yang sama mengatakan, jangankan untuk menyensor film layar lebar dan iklan, khusus untuk film televisi saja misalnya dengan jumlah stasiun TV sebanyak itu,  dan jumlah anggota LSF yang ada,  ia tidak yakin film stripping di televisi telah  masuk penyensoran LSF sebelum tayang. “Sangat tidak mungkin waktunya terkejar. Syuting hari itu dan tayang juga di hari yang sama.”

Zairin tetap mendukung berdirinya LSF sebagai lembaga kontrol dan wujud kehadiran negara. “Semestinya dalam hal ini negara  hadir untuk membantu orang film dalam hal tata edar perfilman, pengurangan pajak dan lain-lain.”

Di luar itu, Zairin melihat tugas LSF  jika dilihat dari  daftar segi penyensoran yang dibacakan Pak Ridwan Rais, “akan membuat orang jadi takut untuk bikin film,” katanya  

Ia lantas mengurai soal persepsi akan batasan-batasan kesopanan menyangkut bahasa, Zairin mencontohkan film “Kentut” yang dproduksinya. Karya itu tidak kunjung memperoleh surat tanda lulus sensor karena judul dinilai mengganggu. Ia disarankan untuk menggantinya dengan buang angin atau kata lain. Namun, Zairin menolaknya.

“Dalam masalah sensor,  saya tidak  pernah menitipkan sensor film saya pada LSF, karena saya memiliki sensor sendiri!” ungkap  produser film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”, dan sinetron  “Para Pencari Tuhan”

Sementara itu, Hadiartomo, M.Sn, seorang Praktisi  Film dan Pengajar di Institut Kesenian Jakarta, mengungkapkan, saat ini dibutuhkan pikiran yang tajam dalam melihat persoalan dan bukan gunting yang tajam.

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -