Harry Koko berharap pemerintah bisa memberikan berbagai kemudahan untuk dunia showbiz tetap bisa bergerak seperti di jaman normal.
“Semoga Pemda dari Sabang-Merauke yang punya lapangan luas bisa memberikan tempat untuk kita tampil. Sekaligus bisa mengeluarkan ijin keramaian. Dan juga memberi keringanan pajak tontonan. Kalau bisa malah gratis,” usul Harry Koko.
Film Tidak Harus Selalu Masuk Bioskop
Seperti halnya dengan dunia musik, bisnis hiburan di bidang film juga merasakan dampak pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini.
Firman Bintang, Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), menyatakan, Covid-19 juga membuat iklim industri film Indonesia terkapar.
“Saat ini, ketika bioskop ditutup atas nama menegakkan protokol kesehatan, cobaan produser film, juga pemilik bioskop, semakin besar,” kata Firman Bintang. Namun itu tidak harus diratapi karena semua sudah terjadi.
“Kita harus bergandengan bersama, dan saling membangkitkan, demi tetap bertahan di kondisi yang sangat tidak mudah ini,” ujarnya.
Menurut Firman Bintang, dalam industri ini mata uang yang sebenarnya adalah kreativitas. “Sedangkan jualannya, tidak melulu harus via bioskop,” kata Firman lagi.
Lebih lanjut, menurut Firman, jualan film bisa dilakukan lewat media baru antara lain bisa lewat streaming, televisi langganan berbayar dan OTT (Over The Top). Atau media yang mengacu pada konten dalam bentuk audio, video, yang ditransmisikan via internet tanpa mengharuskan pengguna berlangganan layanan TV kabel. Bisa juga satelit tradisional seperti Comcast dan TV everywhere atau video-on-demand.
“Pendeknya, ada banyak cara. Yang paling utama, kreator film yang semakin meningkatkan kualitasnya agar karya semakin bersaing di tengah pandemi, yang entah sampai kapan berakhir,” ucapnya.
Sementara itu, Edi Irawan, Kepala Kelompok Kerja Apresiasi dan Literasi Musik Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru Kemendikbud RI, menyatakan, ada Undang-undang No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan untuk memajukan kebudayaan, khususnya musik.