Peyelenggaraan Industri MICE dalam negeri didorong oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk meningkatkan strategi, terutama dalam menghadapi situasi tatanan normal baru pascapandemi COVID-19. Salah satu caranya dengan penyelenggaraan kegiatan yang memadukan antara event secara online dan offline.
Deputi Bidang Penyelenggaraan Event Kemenparekraf/Baparekraf Rizki Handayani dalam keterangannya, Rabu (3/6/2020) mengatakan, industri MICE memegang peranan penting dalam pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) tanah air.
Data dari Event Industri Council pada 2018 menyebutkan, tahun 2017 industri MICE di Indonesia menghasilkan PDB total 7,8 miliar dolar AS dan menciptakan 278.000 lapangan pekerjaan.
“Wisatawan MICE memiliki tingkat rata-rata lama tinggal dan ASPA (Average Spending per Arrival) lebih tinggi dibanding wisatawan leisure. Wisatawan MICE rata-rata punya kemampuan pengeluaran 2.000 dolar AS perhari dengan rata-rata lama menginap selama lima hari,” kata Rizki Handayani.
Namun, kondisi itu belakangan berubah seiring pandemi COVID-19 yang juga memukul industri MICE. Pandemi COVID-19 berdampak kuat terhadap penyesuaian dalam penyelenggaraan pertemuan internasional baik pembatalan, penundaan, perubahan lokasi, dan sebagainya. Asia Pasifik tercatat sebagai kawasan yang paling terdampak.
Data International Congress and Convention Association (ICCA) menyebutkan, hingga 6 April 2020 terjadi penyesuaian terhadap 48 persen pertemuan atau terhadap 1.749 pertemuan internasional yang diadakan selama periode Februari hingga Juni 2020.
Sementara di Indonesia, data dari IVENDO menyebutkan telah terjadi 96,4 persen penundaan dan 84,8 persen pembatalan event di 17 provinsi. Estimasi kerugian dari 1.218 organizers di seluruh Indonesia antara 2,7 hingga Rp 6,9 triliun. Serta berdampak pada total 90.000 pekerja.
“Pandemi COVID-19 berdampak pada 90 persen pembatalan atau penundaan event sampai akhir 2020,” kata Rizki Handayani.