Iklan Mi Instan Indonesia, “Korean Ramyeon,” Dinilai Kemungkinan Langgar HAKI Korea

- Advertisement -

Menurut  laporan Korea times, terdapat laporan  petisi netizen   Korea ke The Korean Intellectual Property Office (KIPO) atau Kantor Hak Kekayaan Intelektual Korea yang  isinya menilai  Iklan Mi Instan Indonesia Indomie, “Korean Ramyeon,”  melanggar HAKI Korea.

Setelah memeriksa petisi tersebut,  The Korean Intellectual Property Office (KIPO) kemudian menyatakan memang ada kemungkinan besar iklan mi instan Indonesia Indomie agak menyesatkan masyarakat.

Kekhawatiran  itu disebabkan bahwa nama produk baru merek mi instan Indonesia Indomie, “Korean Ramyeon,” dapat menyesatkan konsumen lokal dengan mengira mi tersebut dibuat di Korea.

- Advertisement -

Video iklan oroduk yang dipromosikan oleh grup K-pop populer NewJeans, telah menarik perhatian yang signifikan, dengan lebih dari 6 juta penayangan di Instagram hingga 12 November.

KIPO mengatakan pada hari Senin, “Tidak selalu menjadi masalah bagi perusahaan asing untuk mendaftarkan merek dagang dalam bahasa Korea, sama seperti perusahaan Korea dapat mendaftarkan merek dagang dalam bahasa Inggris,: kata pejabat KIPO.

“Namun, ada risiko yang cukup besar bahwa konsumen Indonesia dapat salah mengira ‘Korean Ramyeon’ sebagai produk Korea.” Tambahnya,

- Advertisement -

Produsen mi terbesar di Indonesia, Indomie, memperkenalkan “Ramyeon Korea” dengan tiga varian rasa pada tanggal 31 Oktober, menunjuk NewJeans sebagai duta merek.

Kemasannya secara mencolok menampilkan nama “Ramyeon Korea” dalam huruf Korea, dengan istilah “Ramyeon” ditulis dalam pelafalan Korea, bukan “Ramen” dalam bahasa Jepang.

Dalam iklan tersebut, anggota NewJeans mengangkat mi sambil berkata dalam bahasa Korea, “Enak sekali!” — sebuah frasa yang dapat membuat konsumen percaya bahwa produk tersebut benar-benar buatan Korea.

“Saat ini belum jelas apakah ‘Ramyeon Korea’ telah didaftarkan sebagai merek dagang di Kantor Hak Kekayaan Intelektual Indonesia,” kata KIPO. “Untuk menentukan apakah ini termasuk pelanggaran hak kekayaan intelektual, diperlukan peninjauan yang lebih mendalam.”

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -