Selasa, Desember 3, 2024

Slamet Gundono Wafat

Sabtu, 30 November 2013 menjadi salah satu hari bersejarah  bagi alm. Slamet Gundono. Hari itu, sebagai pedalang,  ia naik panggung Balai Kartini, Jakarta  bersama sembilan orang lainnya,  yang juga menerima penghargaan Anugerah  Kebudayaan Tahun 2013  Kategori Anugerah Seni. Ini adalah ajang penghargaan  yang dikelola Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Persis memasuki  panggung,  Gundono bukan langsung berdiri di antara pata penerima  penghargaan lainnya,  ia malah mendatangi pembawa acara Irfan Hakim dan Olga Lidya.  Sambil berbisik, Gundono meminta  sang pembawa acara menganggil isterinya,  Muning Rejeki, untuk mendampinginya  menerima penghargaan di  atas panggung.

“Auw, so sweet…Begitulah  seniman. Selalu romatis,” kata Irfan Hakim sesaat setelah  memanggil Muning. Terlebih, diantara sembilan orang lainnya, hanya Slamet yang berinisiatif memanggil pasangan hidupnya ke atas  panggung.  Untuk sama-sama merayakan  keberhasilan sebagai seniman yang diakui oleh pemerintah

Bisa jadi, itu  merupakan acara terakhir Gundono naik panggung  bersama isterinya dalam acara menerima penghargaan, terlebih dari pemerintah. Karena pada 5 Januari 2014, Slamet  yang berbobot lebih dari 250 kilogram itu meninggal  dunia di RSI Yarsis, Pabelan, Kartasura, pada pukul 08.30, setelah dirawat beberapa hari karena komplikasi berbagai penyakit.  Ia meninggalkan isteri, Muning Rejeki (33) dan dua anak Nandung Abad Slamet Saputra (9) serta Bening Putriaji (3). 

Wayang di Luar Pakem

Gundono lahir dari keluarga dalang di Tegal pada 19 Juni 1966. Nama Slamet ditambahkan oleh guru SD nya. Pada awalnya ia tidak mau meneruskan jejak ayahnya sebagai pedalang, karena dalam dalang tersimpan citra negatif. Terutama soal minuman keras juga main perempuan. Namun, ketika mondok di pesantren di Lebaksiu, rasa tertarik pada wayang semakin menguat dalam diri Gundono.

Must Read

Related Articles