Namun saya lebih senang memesan langsung ke WA-nya, dengan tambahan permintaan. “Banyakin daging juga udangnya, dan tambahin bawang merahnya!” Dan ia menjawab permintaan rewel saya dengan gembira. “Siap kak. Untuk Kakak apapun bisa!”
Belakangan, dari akun Instagramnya saya lihat ia sering membuat posting dari Bali. Kemudian dari Instagram pula, saya tahu ia sakit dan dirawat di sana. Namun, di tengah masa sakit itu, ia masih memposting kerja kreatifnya dalam beberapa desain baju kaos untuk mendukung Jokowi. Saya, Dudut dan Ihsan memesan karyanya.
Ketika dipindahkan ke Jakarta, Morenk memposting sebuah gambar yang memperlihatkan jendela kamar di RS Medistra. Melihat itu, saya tanya apakah ia bisa dijenguk. Morenk menjawab: “Untuk kakak, jelas bisa! Jam 16.00 kak, sebelum saya dianastesi”
Bersama Ibonk dan Ihsan kami datang menjenguk. Dan merasa sangat sedih melihat kondisinya. Kami tak tega untuk minta foto bersama. “ada tumor Ameloblastoma yang menggerogoti mulutku!’ katanya bersemangat, meski susah untuk bicara.
Dokter yang melihat ia bersemangat bicara dengan kami, kemudian mengatakan, “ nah, begitu dong Pak Ahmad. Banyak cerita. Jangan suntuk dan patah semangat!”
Seusai pertemuan itu, kami tak saling berkabar secara langsung via WA. Saya sengaja karena khawatir mengganggu waktu istirahatnya. Tapi saya tetap mengamati juga mengomentari postingannya di twitter jdan Instagram. Postingan terakhir IG-nya per 1 Mei 2019 memperlihatkan pispot dengan tulisan “Salah satu teman terbaik yang selalu ada saat aku butuh, kukenal bbrp bulan ini.”
Hingga… hari itu 10/06 2019, dari WA Grup Forum Pewarta Film, Teguh Imam Suryadi mengabarkan kepergiannnya. Saya membaca posting itu sudah mendekati waktu tengah malam. Dan pukul 07.00 esok harinya ia diterbangkan ke Aceh untuk disemayamkan.