Mhyajo Membawa Opera Majapahit Gayatri Berisi Aria

Musik Digarap Franki Raden Dengan Alat Tradisi

- Advertisement -
- Advertisement -

Sutradara dan penulis skenario, mhyajo merancang pertunjukan opera etnik kontemporer, yang diadaptasi dari kitab ‘Kakawin Nagara Kertagama’ yang digubah oleh empu Prapanca.

Pertunjukan yang diberi judul “Opera Majapahit Gayatri Sang Sri Rajapatni “ ini, akan dipentaskan di Teater Besar TIM pada 8 Oktober 2022, dalam dua sesi, pukul 14.00 WIB dan pukul 20.00 WIB.

- Advertisement -

“Teater ini dihadirkan dalam format naratif opera, yang disuguhkan dengan dua narator sebagai pencerita. Mereka akan menarasikan dalam bahasa Jawa kuna dan Bahasa Indonesia,” kata mhyajo dalam Taklimat Media di Jakarta, Jumat, 30 September 2022.

“Awalnya, terpikir hanya menggunakan narator dalam Bahasa Jawa kuna saja, tetapi khawatir akan membuat konsentrasi penonton terpecah, karena harus membaca terjemahan,” kata mhyajo lagi.

- Advertisement -
Menyalin


Hadir pula dalamacara tersebut RM Radinondra Nayaka Anilasuta (Penata Kostum). Bona Palma (Sutradara film Teaterikal Gayatri 2022), Edi Irawan (Kapokja Apresiasi dan Liternasi Musik Kemendikbudristek juga Franky Raden (penata musik) yang hadir secara virtual dari Bali.

Pertunjukan Penuh Tantangan

Membuat pertunjukkan dengan mengangkat kisah sejarah dari abad ketiga belas, tentu bukan hal mudah. Semua harus dikreasikan menyerupai suasana jaman itu.

Dari sisi kostum misalnya, RM Radinindra Nayaka Anilasutra (biasa dipanggil Nayaka) selaku Penata Kostum menyebut, membuat desain berdasarkan riset. Perhatian riset bukan hanya tertuju pada desain, tapi juga pemilihan bahan, hingga pembuatan kain dan motif. Kostum itu dirancang dengan unsur kekinian, namun tetap tidak meninggalkan sejarah masa lalu.

Nayaka menyebutkan, timnya terinspirasi oleh arca-arca dari kerajaan Majapahit dan Singasari yang kini berada di Jawa Timur. “Konsep kostum akan muncul warna monokrom abu-abu. Hanya Gayatri yang memakai warna emas,’’ tuturnya.

Menurut Nayaka, pada jaman itu pria dan wanita masih mengenakan kain, tetapi tidak dililit seperti gaya Jawa Modern. Sementara itu, kaum perempuan belum memakai penutup dada. Bagian ini tidak mungkin kita munculkan ke panggung. Kita kreasikan sedemikian rupa, sehingga bungkusnya kontemporer, tapi jiwa Nusantara. Jadi, kami tim kostum harus bisa bikin yang serasi. Menampilkan suasana dulu, tapi dalam kemasan hari ini. Dan ini juga kita perlihatkan dari sisi motif kain yang digunakan,” ungkap Nayaka.

Sedangkan Franki Raden menyebut, mhyajo memberi tantangan yang tidak main-main untuk menggarap musik dalam opera ini. Karena mhyajo minta dibuatkan Aria untuk Gayatri. Aria memang biasa muncul dalam lakon opera.

Baca Juga :  Di Java Jazz Festival 2023, BNI Berikan Pengalaman Digital Experience Tak Terlupakan


“Tetapi Aria yang diminta mhyajo harus dibuat dengan alat musik tradisi. Saya biasa menggunakan alat tradisi, orchestra saya juga menggunakan alat tradisi, tapi membuat aria dalam musik tradisi, itu sebuah tantangan yang tidak main-main!” kata Franki yang berterima kasih diberi tantangan itu. “Mhya, memberi sesuatu ide yang membuat saya harus bekerja dengan sangat serius,” kata Franky lagi.

Karya ini sarat riset sejarah serta antropologis, yang akan membuat penonton seolah berada dalam semesta yang amat berbeda, namun familiar. “Penonton akan lebih menikmati kekayaan dan kesakralan karakter seorang Putri Gayatri. Yang menciptakan legacy dirinya sendiri,”

Sedangkan Edi Irawan, Kapokja Apresiasi dan Literasi Musik, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud-Ristek, mengapresiasi karya tersebut. “Ini merupakan bentuk implementasi dari UU Pemajuan Budaya. Dan upaya kita bersama untuk mewujudkan apa yang menjadi amanat UU Pemajuan Budaya,” terangnya.


Edi mengatakan bahwa Kemendikbudristek akan selalu mendukung upaya pelestarian kebudayaan termasuk lewat pertunjukan seni yang mengangkat sejarah bangsa.

“Sejarah panjang harus diceritakan turun-temurun seperti merawat ibu bumi. Kisah Gayatri ini, memperlihatkan emansipasi wanita sudah ada sejak berabad lalu, bahkan sebelum
Tjoet Nyak Dien maupun RA Kartini! lahir”.

Genius dan Anti Mainstream


Dalam seni pertunjukan Indonesia, perjalanan Mhyajo sebagai sutradara dan penulis bisa jadi belum terlalu lama. Namun apa yang dilakukan selalu terkesan genius sekaligus tidak mainstream.

Untuk Gayatri ini misalnya, mhya melakukan riset sejak empat tahun lalu. Kemudian ia mengundang Bona Palma untuk bergabung.

“Meski waktu diajak itu, mhyajo belum ketahuan mau buat apa. Tapi hari pertama bergabung, tangan saya di kamera seolah menarik saya hanya untuk membuat foto-foto, dan di hari kedua membuat video,” kata Bona.

Ternyata kolaborasi mhyajo dan Boma itu menghasil sebuah film teater bertajuk Gayatri The Royal Queen Consort of The Majapahit Kingdom.

“Film ini kita ikut sertakan dalam Edinburgh Festival Fringe 2o21 dan dianugerahi Highly Commended di Asian Arts Awards 2021 dan menjadi salah satu nominator ONCOMM Offies (Offwestend) 2022.

Dan kini, di 8 Oktober 2022, mhyajo mengangkat Gayatri dalam bentuk lain, yakni lewat panggung Opera yang akan dipentaskan dengan cara unik, bergaya naratif plus ada aria yang digarap dengan alat musik tradisi yang terdengar tidak ekspresif. Seperti apa wujudnya? Langsung saksikan sendiri. Sila dapatkan tiketnya via tiket.com. XPOSEINDONESIA/NS Foto : Dion Momongan

Mhyajo dan Edi Irawan
Mhyajo, Edi Irawan, Nayaka dan Bona Palma

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

- Advertisement -