Untuk membantu menyeimbangkan asupan gizi itu, menurut Poppy, HaloPuan
menggali gagasan dari warga, yaitu berupa intervensi bubuk daun kelor. Kelor atau
moringa oleifera adalah tanaman yang banyak tumbuh alamiah di tanah Nusantara.
Kelor cepat tumbuh dan tahan terhadap kekeringan. “Di Indonesia kelor biasanya
dikenal sebagai pengusir setan,” kata Poppy, “tapi ternyata kelor juga pengusir gizi
buruk.”
Beberapa studi menunjukkan kayanya kandungan gizi dan mikronutrisi tanaman ini,
sehingga diyakini secara ilmiah bisa mengatasi malanutrisi dan stunting. Di
beberapa negara di Afrika dan Asia, kelor telah dimanfaatkan dan dibudidayakan
untuk mengurangi, bukan hanya malanutrisi atau stunting, kelangkaan bahan
pangan. HaloPuan telah menguji sendiri kandungan gizi dan nutrisi bubuk kelor yang
diperoleh dari petani di Blora, Jawa Tengah, di laboratorium PT Sucofindo. Hasilnya,
bubuk itu kaya akan serat pangan, vitamin c, dan protein nabati.
Adel sepakat dengan gagasan tersebut. Menurutnya, daun kelor sangat tinggi
seratnya. Itu bisa bermanfaat untuk meningkatkan nafsu makan anak dan
memperlancar air susu ibu. Dengan membuat daun kelor menjadi bubuk, Adel
bilang, bubuk kelor bisa disajikan dalam banyak variasi untuk anak yang tak
menyukai sayuran. “Bisa kita campur dengan makanan lain,” katanya. “Ini HaloPuan
pintar.”
Adel menyarankan balita mengonsumsi 10 gram atau tiga sendok teh bubuk kelor
per hari sementara ibu hamil atau menyusui 20 gram atau tiga sendok makan per
hari. “Boleh lebih juga karena daun kelor tidak memiliki efek samping.”
Sementara itu, relawan HaloPuan Muhammad Chotim mengatakan konsumsi daun
kelor dalam bentuk bubuk adalah yang paling ideal. Sebab, jika dimasak lebih dulu,
apalagi dalam suhu di atas 90 derajat celcius, kandungan gizi daun kelor bisa hilang.
Chotim juga memeragakan cara membuat bubuk kelor. Pertama, daun kelor dicuci.
Kedua, dikeringkan dengan dijemur di dalam suhu ruangan selama 3 hingga 5 hari.
Ketiga, daun kelor yang telah dikeringkan kemudian ditumbuk atau diblender hingga
menjadi bubuk halus. Bagian bubuk yang kasar, menurutnya, masih bisa dikonsumsi
sebagai teh.