
Yayasan Pusat Perfilman Usmar Ismail (YPPUI) bekerjasama dengan Kementerian Pendidikann dan Kebudayaan Ristek menggelar diskusi menarik bertajuk “Film Indonesia, Karya Budaya, Inspirasi Indonesia” , Selasa, (28/03/2023).
Diskusi yang digelar dalam rangka merayakan Hari Film Nasional 2023 itu menghadirkan dua generasi perfilman yang berbeda zaman, yakni aktor dan sutradara senior Slamet Rahardjo dan Bene Dion Rajagukguk, (penulis,komika, sekaligus sutradara film Ngeri-Ngeri Sedap)
Acara berjalan dengan dikendalikan wartawan senior Benny Benke berlangsung menarik dan interaktif.
Di awal acara, Pong Hardjatmo menyisip membawakan dua puisi karyanya berjudul Monas dan Korupsi.
Paparan pertama diskusi dimulai dari Bene Dion yang mengungkapkan proses kreatif pembuatan film Ngeri-Ngeri Sedap yang mengambil latar cerita berdasarkan budaya Batak.
Dion mengaku memilih tema film ini, “karena sebagai orang Batak, saya ingin memberikan penghormatan kepada suku saya,” ungkap Bene Dion.
Dan Bene menyadari, sebelum menggarap Ngeri-Ngeri Sedap, memang sudah ada beberapa film berlatar belakang Batak.
“Tetapi dia belum mampu memberikan pertunjukan budaya yang akurat dan bisa mudah dipahami oleh orang bukan dari Batak. Sekaligus bisa menjadi tontonan yang menarik dan menghibur.” kata Dion.
Dalam pandangan Dion, sebuah film sejatinya bukan hanya sebuah tontonan yang sekadar semata-mata menghibur.
“Film memang sarana hiburan, jadi kita sebagai pembuat harus berpikir bagaimana membuat tontonan menghibur yang juga memiliki nilai-nilai,” kata Dion.
Dalam film drama komedinya tu, Bene Dion menggarap drama yang penuh dengan budaya , bahkan juga konflik sebuah keluarga. “Itulah konsep yang saya pakai untuk menggarap Ngeri-Ngeri Sedap,” ungkap Dion
Ia pun terkejut dengan euforia yang terjadi di mana masyarakat suku Batak datang berbondong-bondong ke Bioskop menyaksikan filmnya.
Diskusi Perfilman ini kali ini diikuti pula oleh para Alumni SDM Citra, yang saat ini aktif menjadi pekerja film baik di Perusahaan Film maupun Televisi, serta insan perfilman lainnya, terlihat makin seru.
Sementara itu, Slamet Rahardjo yang tampil setelah itu menambah wawasann peserta diskusi tentang engertian konsep budaya dalamfilm.
Slamet sangat mendukung pola kerja Dion untuk tidak ragu-ragu membuat film dengan latar budaya Indonesia. Meski itu jelas sangat tidak mudah.
Contohnya, Kata Slamet. “Ketika saya harus berperan menjadi Teuku Umar, saya yang orang Jawa medok, harus bisa fasih berbahasa Aceh. Untuk itu saya harus mempelajarinya langsung pada masyarakat dengan tidur di hutan dan bergaul bersama mereka!” ujar Slamet.
Dan Slamet sangat memuji apa yang dilakukan Dion.
“Bagi Dion, ia hanya ingin membuat film yang dekat dengan masyarakatnya. Dan inilah yang membuat film Indonesia bisa jadi tuan rumah di negerinya sendiri.”ungkap Slamet Rahadjo.
Kedekatan budaya dengan si pembuat film itulah yang harus ditonjolkan.
Dan bagi Slamet, para sineas harus bangga dengan film karyanya yang berasal dari keresahan serta sudut pandangnya.
“Itulah yang akan membuat sebuah karya film menjadi menarik dan mudah dimengerti.” XPOSEINDONESIA Foto : Didang Sasmita