Menurit Isti, jadi Indonesia saat ini bukan lagi di persimpangan sejarah tetapi Indonesia ini ada dalam lika-liku sejarah. Lika-liku sejarah itu dibuat didesain justru ketika reformasi. Jadi kalau orang-orang seusia saya, seusia Mas Amin dan lain-lainnya masih kecil, itu pasti ada residu yang mencari tahu apa itu ideologi? Apa itu cara pandang? Apa itu spirit perjuangan? Tetapi anak milinial sekarang ini merasa yang penting bisa hidup nyaman dan aman dan menjadi bagian Kapitalisme, sementara kita masih berdarah-darah dengan ideologi tadi. Indonesia sudah betul-betul ada dalam situasi yang disebut dengan demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis!”
Rusaknya kondisi bangsa Indonesia saat ini, kata Isti akibat dari ulah oknum penguasa. “Penguasa telah mengutak-atik aturan. Jadi arah bangsa ini (Indonesia) berliku-liku ndak keruan. Rakyat dianggap tidak ada dan ini (kerusakan) harus dihentikan,” tegasnya.
Apalagi, kata dia, Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam merebut kemerdekaan melawan penjajah.
“Apa yang telah diperjuangkan para pendiri bangsa, saat ini telah dirusak oleh penguasa dan oligarki. Sebagai warga yang cinta Tanah Air, kita tidak boleh berdiam diri,” jelasnya.
Semua elemen, jelas dia, harus memberikan kontribusi untuk melakukan perbaikan dengan berbagai kemampuan yang dimiliki.
Vaksin Sejarah Bangsa
Sementara itu, Dr. Ngatawi Al-Zastrow menilai generasi milenial harus terus diberikan soal literasi sejarah bangsa Indonesia. Milenial menganggap tidak ada untungnya belajar sejarah, karena tidak menghasilkan uang. Padahal, dari masa lalu, kita bisa hidup seperti sekarang ini .
Sejarah buat anak sekarang cuma sebagai hafalan dari sebuah peristiwa masa lalu. “Misalnya, cerita Perang Diponegoro, mereka menghafalnya perang itu sebagai perang yang terjadi setelah azan maghrib dalam waktu 5 menit, karena terjadi pada (tahun) 1825 sampai 1830. Kan magrib menurut waktu Indonesia bagian barat terjadi pada pukul 18.25,” kata Al-Zastrow