“Kita harus berupaya mewujudkan solusi dua negara. Perang dan konflik bukannya tidak bisa dihindari. Melainkan ini adalah masalah keputusan politik, apakah kita ingin berperang atau berdamai,” ujar Puan.
Memasuki sesi kedua dengan tema ‘Peran Parlemen Dalam Mempromosikan Pembangunan Berkelanjutan’, Puan didapuk menjadi pembicara kedua. Ia berbicara setelah Ketua Majelis Nasional Republik Korea, Wonshik Woo.
Puan pun mengingatkan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) menandakan visi besar yaitu komitmen terhadap masa depan yang lebih sehat, sejahtera, dan berkelanjutan.
Meski begitu, pencapaian SDGs menghadapi tantangan besar di mana ketegangan geopolitik, kelaparan, kesenjangan dan krisis iklim semakin meningkat.
“Banyak negara berkembang menderita karena beban utang yang sangat besar.
Komitmen untuk mencapai seluruh agenda pembangunan pada tahun 2030 telah dirusak oleh berbagai kejadian yang tidak menguntungkan,” terang Puan.
“Belum lagi perang di Ukraina, krisis politik di Myanmar, serta bombardir dan serangan Israel yang tiada henti di Gaza, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak,” lanjut mantan Menko PMK itu.
Puan mengatakan jam terus berdetak dan kelambanan seharusnya tidak dapat diterima. Menurutnya, kemunduran yang mengancam pencapaian SDGs ini harus diatasi sekarang dengan cara kolektif. Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 menuntut partisipasi penuh Parlemen untuk menjadi agen perubahan untuk mencapai semua tujuan.
“Kita, parlemen, harus menggunakan kewenangan kita secara efektif untuk mengadopsi undang-undang yang relevan yang menjunjung tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan,” ungkap Puan.
Menurutnya, parlemen setiap negara harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk mencapai SDGs. Selain itu, kata Puan, parlemen juga harus merumuskan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu menghasilkan pertumbuhan tinggi dan sekaligus tidak menambah kesenjangan.