
Pesawat Airbus A320 milik Indonesia AirAsia dengan nomor penerbangan: QZ8501/AWQ8501 dinyatakan menghilang saat terbang dari Surabaya menuju Singapura pada 28 Desember 2014. AirAsia QZ8501 mengangkut 155 penumpang dan 7 orang kru dengan pilot Kapten Iriyanto (53 tahun) dan First Officer Rémi Emmanuel Plesel, berkebangsaan Perancis.
Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menganalisis kondisi gangguan cuaca skala regional yang muncul saat terjadinya kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501. Kondisi konvektifitas yang terjadi di sekitar wilayah terjadinya kecelakaan pesawat tersebut merupakan hal yang rutin terjadi pada bulan-bulan ini, ketika Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) bermigrasi ke selatan selama musim panas pada belahan bumi selatan.
Kehadiran suhu permukaan laut yang cukup hangat bersamaan dengan berlimpahnya massa udara basah di bagian barat Indonesia membantu menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan awan-awan badai berskala besar.
Pada 30 Desember 2014, Badan SAR Nasional (Basarnas) mengkonfirmasi telah menemukan serpihan pesawat AirAsia QZ8501 dan jenazah penumpang. Salah satu jenazah yang ditemukan dalam posisi telungkup mengenakan baju putih celana hitam, sementara 3-4 jenazah berjejeran dan terlihat sedang bergandengan. Temuan ini berpusat di Laut Jawa, dekat dengan Selat Karimata.
Kepala Badan SAR Nasional Bambang Soelistyo mengatakan, tim SAR dengan pesawat C295 TNI AU dan Hercules C-130 menemukan sejumlah serpihan di Selat Karimata yang dekat dengan Laut Jawa.
Serpihan-serpihan itu antara lain ditemukan di titik koordinat 03°46’50” LS, 110°29’27” BT dan 08°50’43” LS, 110°29’21,8″ BT. Salah satu serpihan yang ditemukan adalah lempengan logam dan pintu darurat keluar (emegency exit door), serpihan tersebut dievakuasi ke KRI Bung Tomo[.
Musibah ini kemudian memperlihatkan kepada kita adanya upaya maksimal pemerintah dalam melakukan pencarian dan penyelamatan korban. Tim penyelamatan dari dalam negeri terdiri atas dua kapal fregat, KRI Bung Tomo dan KRI Yos Sudarso; serta tiga korvet, yakni KRI Hasanuddin, KRI Sutedi Senoputra, dan KRI Pattimura.
Selain itu, dikerahkan pula kapal nelayan di sekitar hilangnya sinyal AirAsia Di tengah itu dikerahkan pula 1 kapal KRI Todak, 1 kapal KRI LPD Banda Aceh, 1 kapal penyapu ranjau KRI Pulau Rengat, 2 pesawat patroli maritim CN-235, satu pesawat CASA 212, 2 helikopter, 3 Tim Detasemen Jala Mangkara Deck Operation dengan perahu karet, satu tim pasukan katak, serta satu tim penyelam.
Belum lagi, dikerahkan pula kapal LIPI yang berpengalaman mencari bangkai Adam Air beberapa tahun lalu. Kapal riset besutan LIPI itu memiliki peralatan canggih yang bisa mendeteksi posisi kapal. Kapal tersebut dilengkapi alat yang disebut echosounder dan side scan sonar. Sejumlah negara ikut pula memberi bantuan, seperti Singapura, India, Thailand, Amerika dan Rusia.
Kinerja cekatan Basarnas dan tim pencari serta evakuasi AirAsia QZ8501 mengundang apresiasi dan pujian. Pengamat penerbangan internasional Greg Waldron menyebut, pencarian AirAsia hingga ditemukan pada hari ke-3 termasuk yang tercepat dalam kasus musibah penerbangan yang hilang di laut. ’’Tim SAR Indonesia adalah salah satu yang terbaik di Asia,’’ ujarnya saat diwawancara beberapa media internasional
Menurut Waldron, faktor yang juga membuat Basarnas layak manyandang predikat sebagai salah satu tim SAR terbaik Asia adalah penguasaan medan yang sulit. Dengan kondisi geografis Indonesia yang memiliki 17 ribu pulau dan wilayah sangat luas, Basarnas sudah terbiasa bekerja dalam kondisi alam yang menantang. ’’Itu membuat mereka sangat baik dalam penanganan kecelakaan,’’ jelasnya. XPOSEINDONESIA/NS Dari Beragam Sumber Foto : ANTARA
More Pictures