Pembicara lain, Hanny Pantouw, menyebut jargon NKRI Harga Mati merupakan bentuk kepedulian masyarakat terhadap kesatuan Indonesia. Pasalnya, potensi perpecahan di Indonesia itu ada, bila tidak dijaga. Apalagi, Indonesia punya keberagaman suku, ras, dan agama. “Dan Pancasila sebagai dasar rumah kita, bagi NKRI Harga Mati,” jelas Hanny.
Taufan Hunneman, mengatakan NKRI Harga Mati merupakan bentuk komitmen masyarakat terkait bentuk negara. Semangat NKRI Harga Mati digunakan untuk membendung pihak-pihak yang ingin mengganti ideologi Pancasila atau membangkitkan politik keseragaman.
Taufan pun menjelaskan bentuk politik keseragaman yang ingin dikembalikan lagi. Misalnya saja di era Orde Baru. Saat itu, rezim Orba mengatur segala segi kehidupan, baik ekonomi hingga politik. Rezim membatasi ruang gerak dan ekspresi masyarakat.
Pembatasan dan kontrol tersebut ingin melanggengkan politik keseragaman. “Untuk itu, semangat NKRI harga mati itu juga harus dibarengi dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika Harga Mati. Sebab, keberagaman harus terus ditanamkan,” jelasnya lagi.
Sedangkan Rachel Cicilia Tuerah memapar kebijakan public pemerintah Jokowi yang sudah berlangsung, yang sangat sesuai dengan tujuan negara seperti yang tertuang dalam UUD 45. “Suatu pemerintah yang mempuyai tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Rachel Cicilia Tuerah.
Lebih lajut Rachel menyebut cotoh, “Pada soal kesehatan, misalnya, pemberlakuan kebijakan wajib memiliki BPJS, pembuatan Kartu Indonesia Sehat, menunjukan kepedulian dan keberpihakan pemerintah pada masyarakat yang sudah berjalan. Meski pada pelaksanaa mungki belum selalu maksimal, namun mafaat dari kebijakan ini sudah dirasakan secara langsung oleh masyarakat Indonesia.” XPOSEINDONESIA/NS Foto Muhamad Ihsan
More Pictures