Minggu, Agustus 17, 2025

Umbul Kidung Puja Mantra #2, Anggara Kasih Gelar Ritual Budaya di Candi Kedulan 26 Agustus 2025

Perkumpulan Srawung Paseduluran Anggara Kasih akan kembali menggelar ritual budaya dan spiritual bertajuk Umbul Kidung Puja Mantra #2 pada Selasa Kliwon, 26 Agustus 2025, di Candi Kedulan, Sleman, Yogyakarta. Acara ini merupakan kelanjutan dari gelaran pertama yang diselenggarakan pada 17 Agustus 2024 lalu.

Rangkaian acara akan dimulai dengan macapatan di luar area candi, dilanjutkan dengan tarian pembuka, lalu prosesi menuju ke dalam Candi Kedulan. Di dalam candi, para peserta akan mengikuti sesi doa bersama, pengambilan air suci dari sumber mata air candi yang disatukan dengan enam mata air dari berbagai daerah, serta ritual pembakaran wayang Dasamuka sebagai simbol “singkir sengkala” atau menyingkirkan keburukan. Acara juga akan ditutup dengan ngalap berkah gunungan palawija yang dibagikan kepada hadirin.

Menurut penyelenggara, ritual ini tidak sekadar seremoni, tetapi menjadi bentuk doa dan refleksi kolektif atas kondisi bangsa. “Aksi demo kami bukan teriak di jalan, tetapi dalam keheningan di antara langit dan bumi, menyatukan rasa dalam syair doa agar keadaan negeri ini menjadi lebih baik,” ungkap Gde Mahesa, inisiator Anggara Kasih.

Filosofi dan Asal-usul Anggara Kasih

Nama Anggara Kasih sendiri berasal dari bahasa Kawi yang merujuk pada Selasa Kliwon, sebuah hari yang dianggap sakral dalam tradisi Jawa dan Bali. Hari ini diyakini sebagai momen penuh energi spiritual, cocok untuk introspeksi, pembersihan diri, dan mempererat hubungan dengan Tuhan serta alam semesta.

Perkumpulan ini dicetuskan oleh Gde Mahesa, yang prihatin melihat peradaban semakin egosentris. Ia kemudian mengajak berbagai forum dan komunitas peduli budaya untuk membuat sarasehan berupa “Tukar Kawruh” — ajang berbagi pengetahuan dan pengalaman seputar tradisi, penyembuhan, spiritualitas, dan nilai luhur warisan leluhur.

Uniknya, Anggara Kasih tidak memiliki struktur formal. Tidak ada ketua, guru, maupun murid. Semua peserta dianggap sebagai sedulur yang sejajar. Pertemuan rutin diadakan setiap Senin malam Selasa Kliwon, dengan sistem arisan tempat dan gotong royong.

Dinamika Kegiatan

Setiap bulan, Anggara Kasih menghadirkan pemantik atau narasumber dengan tema berbeda agar pertemuan semakin dinamis. Topik yang dibahas bisa berupa ajaran budi pekerti, supranatural, hingga praktik spiritual. Prinsip yang dijunjung adalah menghargai perbedaan dan menolak perdebatan.

Respon masyarakat cukup positif. Anggota yang disebut sedulur semakin bertambah, baik yang hadir langsung maupun yang bergabung dalam grup komunikasi. “Di Anggara Kasih tidak ada anggota, semua adalah keluarga. Siapa saja boleh datang,” ujar Gde Mahesa.

Pemilihan Candi Kedulan sebagai lokasi Umbul Kidung Puja Mantra bukan tanpa alasan. Selain masih alami dan jauh dari hiruk pikuk pariwisata, tempat ini diyakini menyimpan energi vibrasi spiritual yang kuat. “Sangat tepat untuk menggelar doa bersama,” jelas Mahesa.

Dalam prosesi nanti, sejumlah tokoh budaya dan spiritual akan terlibat, seperti Eko Hand dari Taman Sesaji, Tito Pangesti Adji dari Padepokan Balai Carakan, hingga Dr. Memet ChS dari Gang Sadewa yang akan mempersembahkan musik spiritual. Turut hadir pula sesepuh seperti Bunda Yani Saptohudoyo dan Ki Sawung Rahsa.

Terbuka untuk Umum

Acara ini terbuka bagi siapa saja tanpa syarat pendaftaran maupun pungutan biaya. Peserta hanya diimbau mengenakan busana daerah atau simbol etnik untuk menjaga nuansa sakral. Tidak ada batasan usia, bahkan kehadiran generasi muda justru diharapkan agar mereka bisa belajar mencintai tradisi.

Ke depan, Anggara Kasih menargetkan Umbul Kidung Puja Mantra bisa menjadi agenda tahunan sekaligus sarana edukasi budaya dan pariwisata spiritual. “Harapan kami sederhana, agar kegiatan ini bisa memberi manfaat bagi generasi penerus, sekaligus menumbuhkan ekonomi kerakyatan di sekitar lokasi acara,” pungkas Gde Mahesa.XPOSEINDONESIA/NS Fotoo : Dok. Anggara Kasih

Must Read

Related Articles