Dan takdir pun bisa berkata lain. Perannya sebagai kepala rumah tangga, terpaksa berhenti pada 23 Juni 2013. Hari itu, saat pulang kerja di pukul 03.00, ia mengendarai sepeda motor membonceng ibunya, Sri Handayani. Mungkin lantaran mengantuk, ia mengalami kecelakaan tunggal dengan menabrak pohon. Ibunya selamat, sementara ia wafat di usia 13 tahun dengan rahang hancur.
Tribute To Mega
Kepergian Mega di usia muda, dengan profesinya yang langka, dilihat Partai NasDem sebagai momentum untuk kembali merestorasi cinta kepada kesenian budaya lokal.
Karena itu, dalam rangka memperingati 100 hari meninggalnya Mega, Partai Nasdem selain mengadakan tahilan, juga menggelar Tribute To Mega pada 29/9/2013.
Acara yang dihadiri langsung Ketua Umum NasDem Surya Paloh itu mengundang pula sejumlah budayawan antara lain Gugum Gumbira, Arcadius Sentot S, Theodora Retnomaruti, Thoeseng TT Asang, S Hut, MM. (Wakil Kepala Badan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak, KalTeng).
Event yang diadakan di lapangan Katang di Desa Sukorejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri ini, diisi dengan beragam acara dolanan (ada eggrang congklak, lompat tali, sepak bola api), juga penampilan tarian Kalimantan dan pertunjukan wayang kulit dengan dalang Warseno Slenk
Surya Paloh mengatakan bahwa NasDem memberikan apresiasi tinggi terhadap Mega, si pesinden muda. “Ia harus menjadi contoh generasi muda sekarang yang terbius dengan budaya asing,” ungkapnya,
“Ketika cheersleader, gangnam style, musik rap dan yang lain sedang digandrungi anak-anak muda, Mega justru tidak terpikat. Mega lebih memilih menjadi pesinden, yang merupakan kebudayaan asli Jawa,” kata Surya Paloh.
Nasdem sebagai partai politik baru, ingin memperihatkan kepada bangsa Indonesia bahwa posisi dan peran budayawan harus mendapatkan tempat terhormat di antara berbagai profesi yang ada. “Kita harus bersama-sama dan komitmen untuk melestarikan kebudayaan yang ada,” pinta Surya Paloh.