Film Turah Meraih Geber Award di NETPAC Asian Film Festival

- Advertisement -
- Advertisement -

Penyelenggaraan 11th Jogja-NETPAC Asian Film Festival berakhir (3/12). Bertempat di Gedung Societet – Taman Budaya Yogyakarta, JAFF menutup festival dengan memutarkan sebuah film dari Kyrgyzstan ‘Travelling With Bomb’ karya Nurlan Abdykadyrov (2016). Film ini bercerita tentang seorang mahasiswa dari Kazakhstan membawa istrinya ke Kirgistan. Dia kemudian terlibat dalam sengketa perbatasan hingga akhirnya membuat persetujuan untuk melintasi perbatasan dengan membawa kotak ranjau untuk diantarkan ke desa. Persetujuan tersebut menyebabkan drama dan kesalahpahaman yang tak berujung.

“Film ini menunjukkan betapa peliknya perkara perbatasan antarnegara yang kerapmenciptakan tembok komunikasi atau melahirkan halangan bagi upaya membangun saling pengertian serta pemahaman.”, ungkap Budi Irawanto selaku Direktur Festival JAFF menerangkan
alasan mengapa JAFF memilih film ini sebagai film penutup.


Pada tahun ini, JAFF juga menganugerahkan beberapa penghargaan untuk film-film terbaik yang dipilih oleh berbagai juri yang terbagi ke dalam beberapa kategori. Ada 6 penghargaan yang dihadirkan oleh JAFF, dengan dewan juri yang berbeda, sebagai berikut:

1. Golden Hanoman Award – Eko Nugroho (Indonesia), Riri Riza (Indonesia), Kim Jong Kwan (Korea) Penghargaan pada film Asia terbaik pertama melalui penjurian Asian Feature.
2. Silver Award – Eko Nugroho (Indonesia), Riri Riza (Indonesia), dan Kim Jong Kwan (Korea). Penghargaan pada film Asia terbaik kedua melalui penjurian Asian Feature.
3. NETPAC Award – Adrian Jonathan Pasaribu (Indonesia), Park Sungho (Korea), Hafiz Ranjacale (Indonesia). Diberikan oleh Network for the Promotion of Asian Cinema (NETPAC), sebagai bentuk apresiasi terhadap karya sutradara Asia yang memberikan kontribusi sinematik yang dinilai penting bagi gerakan sinema baru Asia.
4. Geber Award – Alexander Matius (Indonesia), Fanny Chotimah (Indonesia), Yusuf Radjamuda (Indonesia). Penghargaan film Asia terbaik diberikan oleh komunitas film dari berbagai kota di Indonesia
5. Blencong Award – Kan Lume (Singapura), Sekar Sari (Indonesia), Tunggul Banjaransari (Indonesia). Penghargaan diberikan juri bagi film pendek Asia terbaik dari Program Light of Asia
6. Jogja Student Film Award Penghargaan oleh Jogja Film Academy bekerjasama dengan ISI Media Rekam Yogyakarta, MMTC, AMIKOM, AKINDO, dan AKRB dipilih oleh murid sekolah film Yogyakarta.

Berdasarkan hasil rapat kelompok juri diperoleh hasil para pemenang 11th Jogja-NETPAC Asian
Film Festival sebagai berikut:

1. Golden Hanoman Award : Istirahatlah Kata – Kata / Yosep Anggi Noen / Indonesia
2. Silver Hanoman Award : The Island Funeral / Pimpaka Towira / Thailand
3. NETPAC Award : Turah / Wicaksono Wisnu Legowo / Indonesia
4. Geber Award : Turah / Wicaksono Wisnu Legowo / Indonesia
5. Blencong Award : Memoria / Kamila Andini / Indonesia
6. Jogja Student Film Award : Memoria / Kamila Andini / Indonesia

Menarik dicatat, dari enam kategori ada lima film Indonesia yang berhasil meraih penghargaan di JAFF. Prestasi ini menunjukkan posisi film Indonesia yang kian diperhitungkan di kancah Asia.

Selain itu terdapat tiga film dari Indonesia yang tahun ini ditambah jam putarnya oleh JAFF karena antusisame pengunjung yang tidak terbendung: ‘Ziarah’ (BW Purbanegara), Salawaku (Pritagita Arianegara) dan ‘Istirahatlah Kata – Kata’ (Yosep Anggi Noen). Ini sebuahprestasi yang perlu disebarluaskan sekaligus menjadi pemantik perluasan industri film tanah air.

Juri JAFF menerangkan mengapa memilih ‘Istirahatlah Kata – Kata’ (Yosep Anggi Noen) sebagai film terbaik JAFF tahun ini karena film ini menampilkan kisah tokoh reformasi 1998 yang berhasil disajikan dalam sudut pandang kemanusiaan: mencekam tajam, subtil dengan humor dan keharuan. Sebuah pencapaian teknis sinema yang mengejutkan.

Catatan juri NETPAC memilih ‘Turah’ (Wicaksono Wisnu Legowo) menjadi film pemenang karena film ini berhasil merangkai cerita yang sederhana itu menjadi sebuah pengalaman filmis yang jarang ditemukan dalam film-film mutakhir Indonesia.

- Advertisement -

Meski berbicara tentang warga kelas ekonomi rendah, film ini tidak terjebak dalam romantisasi persoalan kemiskinan. Melalui kemampuan membingkai dalam kamera, pembuat film berhasil membangun karakter. Tidak hanya sebagai gambar yang ditangkap, tapi juga sebagai frame-frame dengan estetika kamera yang orisinil dan khas untuk masing-masing karakter.

- Advertisement -

Latest news

- Advertisement -

Related news

- Advertisement -