Keluhan mengenai sepinya penonton bioskop sepanjang Oktober dan November muncul dari berbagai daerah. Menurut Ketua Pembina Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia (GPBSI), Djonny Syafruddin, kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor: lesunya perekonomian nasional, cuaca yang kurang bersahabat, serta tema film yang dinilai semakin monoton.
“Yang paling terasa itu penurunan penonton di daerah. Biasanya satu bioskop bisa menghasilkan Rp800 juta hingga Rp1 miliar, tapi dua bulan terakhir ini hanya mencapai Rp200–400 juta,” ujar Djonny Syafruddin, pengusaha bioskop yang memiliki jaringan di sejumlah kota, saat dihubungi via telepon.
Ia berharap faktor ekonomi dan cuaca segera membaik. Kondisi finansial yang naik-turun diharapkan kembali stabil, sementara intensitas hujan yang menghambat mobilitas penonton di daerah dapat segera berkurang. “Bagi penonton di daerah, cuaca itu sangat berpengaruh karena keterbatasan transportasi. Di Jabodetabek pilihan menuju bioskop jauh lebih banyak,” tambahnya.
Berpengalaman lebih dari 50 tahun di industri bioskop, Djonny mengatakan penurunan penonton juga terjadi untuk film-film impor. “Menurut pengalaman saya, tema dan cerita film impor belakangan ini juga kurang menarik, sama seperti film nasional. Kalau dibiarkan, kondisi ini bisa berbahaya,” ujarnya memberi peringatan.
Ia pun mendorong produser dan kreator film untuk berani berinovasi dalam tema dan penggarapan cerita. “Hadirkan cerita, tema, dan eksekusi yang lebih kuat. Selera penonton itu dinamis, tidak monoton. Sekarang ini film nasional banyak berkutat di tema setan atau horor, dan itu sudah mencapai titik jenuh,” kata Djonny.
Djonny juga berharap adanya forum dialog antara produser dan pengelola bioskop. “Gunanya forum itu untuk saling memperbarui pandangan tentang kondisi perfilman dan mencari solusi bersama. Produser punya ‘barang’, sementara kami punya ‘toko’, yaitu bioskop,” tutupnya. XPOSEINDONESIA Foto: Dokumentasi

