Lembaga keuangan di Indonesia diharapkan semakin memperbesar dan memberikan porsi khusus bagi pengembangan konsep arsitektur nusantara sebagai salah satu dukungan pelestarian kebudayaan warisan nenek moyang.
Untuk itu Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata Kemenpar memfasilitasi sosialisasi program kredit kemitraan Homestay bersama PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) di Balai Desa Kuta, Mandalika, Kamis (22/8).
Program ini termasuk dalam Program Kemitraan Bina Lingkungan yaitu pinjaman berbunga rendah bagi pengembangan atau perbaikan Homestay di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas. Sebelumnya, program kemitraan sudah mulai dimanfaatkan di Desa Samiran, Boyolali, Jawa Tengah dan Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta.
Menurut Anneke Prasyanti, Ketua Tim Percepatan Pengembangan Homestay Desa Wisata, kerja sama ini dapat menjadi inspirasi bagi penyalur dana lainnya untuk menggolongkan material lokal dalam konsiderasi dukungan pembiayaan.
“Saya harap ini menjadi terobosan. Selama ini dukungan pembiayaan rumah, khususnya dari bank, belum menyetujui penggunaan material yang tidak diproduksi pabrik, seperti kayu, alang-alang, dan bambu,” ujar Anneke
Anneke menjelaskan bahwa keragaman rumah Indonesia sesuai dengan konteks budaya masing-masing.
“Tidak ada rumah ukuran standar di Indonesia, varian rumah dan fungsi yang mewadahinya sangat beragam. Arsitektur sesungguhnya adalah ruang yang mewadahi fungsi dan kebutuhan manusia,” tutur Anneke.
Terkait program kredit kemitraan untuk homestay, pihaknya berharap ke depan pinjaman dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan homestay yang bernuanasa lokal.
“Kembali ke kearifan lokal, ini jangan sampai hilang. Konsep homestay memang menikmati ruang budaya masing-masing. Biaya juga harus digunakan secara bijaksana, lebih baik terasa nuansa lokal sehingga jadi daya tarik/keunikan bagi wisatawan dan sekaligus membantu pelestarian ‘Arsitektur Nusantara’,” ujar Anneke.
Menurut dia, entitas terkecil dari bangsa adalah keluarga dan keluarga bermukim di rumah.