Kopi, sebagai salah satu kekayaan alam Indonesia dianggap potensial untuk dipasarkan di tingkat internasional. Karena itu masyarakat di tiap daerah potesial kopi dituntut untuk memahami dengan baik dalam memproduksi kopi agar dapat membuat industri kopi yang berdaya saing.
Kesimpulan ini keluar Direktur Fasilitasi Kekayaan Intelektual Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Robinson Sinaga, Jumat (4/9/2020). Sebelum ini, Kemenparekraf/Baparekraf menggelar acara Penguatan Kekayaan Intelektual di Labersa Toba Hotel & Convention Centre, Balige, Kabupaten Toba, pada 26-30 Agustus 2020, yang diikuti oleh 60 peserta.
“Kegiatan tersebut sebagai upaya menggali potensi lokal khususnya kopi di destinasi pariwisata super prioritas Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut),” ungkap Robinson Sinaga
Di sisi lain, ajang ini bertujuan untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia di subsektor kuliner kopi terutama di daerah-daerah yang potensial di bidang kopi seperti Toba. Sekaligus mendukung program pariwisata dalam upaya pengembangan destinasi super prioritas, yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
“Selain itu kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman indikasi geografis. Indikasi geografis sendiri merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia. Atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang atau produk yang dihasilkan,” ujar Robinson.
Robinson menyebut Kabupaten Toba memiliki kekayaan alam berupa kopi yang potensial dipasarkan di market internasional. Maka, masyarakat Toba dituntut untuk memahami dengan baik dalam memproduksi kopi agar dapat membuat industri kopi yang berdaya saing. Dengan begitu industri ekonomi kreatif di Indonesia secara menyeluruh dapat berkembang.
