Jumat, Juli 4, 2025

BRI Jazz Gunung 2025 : 17 Tahun Menyatukan Musik, Alam, dan Diplomasi Budaya di Panggung Tertinggi

Festival Jazz Gunung kembali hadir dengan format yang lebih semarak pada tahun 2025. Acara yang memasuki penyelenggaraan ke-17 ini mendapat dukungan dari dua sponsor utama, salah satunya Bank Rakyat Indonesia (BRI). Selama satu pekan penuh, pengunjung akan disuguhkan rangkaian acara yang tak hanya menampilkan pertunjukan musik kelas dunia, tetapi juga pameran seni rupa, pasar UMKM, dan berbagai aktivitas budaya lain yang memperkaya pengalaman festival.

Jazz Gunung bukan hanya festival musik. Ia adalah peristiwa budaya yang tumbuh dari kecintaan pada alam, manusia, dan harmoni. Digagas oleh Sigit Pramono, Butet Kartaredjasa, dan mendiang Djaduk Ferianto, Jazz Gunung menjelma menjadi ruang inklusi, diplomasi budaya, dan denyut ekonomi kreatif berbasis komunitas.

Dalam penjelasannya, Sigit Pramono menyebut bahwa festival ini merupakan salah satu festival jazz pertama yang digelar di alam terbuka, bahkan di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut dengan suhu bisa mencapai 6 hingga 7 derajat Celsius. Ia menegaskan bahwa selama 17 tahun penyelenggaraan, baru tahun ini Jazz Gunung mendapatkan dukungan nyata dari pemerintah melalui kehadiran Vinsensius Jemadu dari Kemenparekraf. “Semoga dukungan kementerian tidak hanya berhenti di tataran wacana, tapi bisa diwujudkan agar manfaat ekonomi lebih terasa bagi masyarakat sekitar,” tuturnya.

Ia juga menambahkan bahwa tahun ini Jazz Gunung dirancang agar pengunjung terdorong untuk datang lebih dari satu kali. “Selain pertunjukan musik, ada pameran seni rupa, pasar UMKM, dan berbagai aktivitas lainnya yang berlangsung selama seminggu. Harapannya, orang bisa menikmati suasana lebih dari sekali,” imbuhnya.

Kemeriahan dan semangat kolaboratif festival ini turut dipaparkan dalam press conference yang digelar pada Kamis, 3 Juli 2025, di Auditorium IFI Jakarta. Acara tersebut dihadiri oleh para penggagas, perwakilan sponsor, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta seniman-seniman yang akan tampil. Forum Jazz Indonesia (FJI) dan IFI juga menggarisbawahi pentingnya peran Jazz Gunung sebagai jembatan diplomasi budaya antara Indonesia dan dunia.

Jazz Gunung 2025 hadir dalam tajuk BRI Jazz Gunung Series, dengan tiga seri utama: Bromo Series 1 dan 2 pada 19 dan 26 Juli 2025, serta Ijen Series pada Agustus mendatang. Untuk menjaga kenyamanan pengunjung di amfiteater terbuka yang terbatas, panitia menghadirkan format dua hari Sabtu. Kedua hari itu akan menyuguhkan sajian utama dalam formasi yang berbeda namun sama menggugah. “Penjualan tiket untuk dua seri ini sudah mencapai sekitar 60 persen,” ujar Sigit.

Pengunjung dapat memilih kategori tiket yang sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan masing-masing. Untuk Jazz Gunung Series 1 (Bromo, 19 Juli 2025), berikut daftar harga:

  • Early Entry Tribune: Rp300.000
  • Early Entry VIP: Rp1.200.000
  • Early Entry VVIP: Rp3.000.000
  • Tribune Presale 3: Rp420.000
  • VIP Presale 3: Rp1.680.000
  • VVIP Presale 3: Rp4.200.000

Tiket Series 1 dapat dibeli di https://www.seketiket.com/jazz-gunung-series-1-bromo

Untuk Jazz Gunung Series 2 (Bromo, 26 Juli 2025):

  • Early Entry Tribune: Rp300.000
  • Early Entry VIP: Rp1.200.000
  • Early Entry VVIP: Rp3.000.000
  • Tribune Presale 2: Rp360.000
  • VIP Presale 2: Rp1.440.000
  • VVIP Presale 2: Rp3.600.000

Tiket Series 2 tersedia di https://www.seketiket.com/jazz-gunung-series-2-bromo

Jazz Gunung 2025 akan dimeriahkan oleh deretan musisi lokal dan internasional yang tampil dalam tiga seri berbeda. Dari mancanegara, hadir Chagall, musisi electronic-pop asal Belanda, serta Rouge, grup folk enerjik dari Prancis. Mereka akan berbagi panggung dengan musisi lintas generasi dari Indonesia seperti Karimata, Tohpati Ethnomission, RAN, Jamie Aditya, Kua Etnika, Bintang Indrianto, Monita Tahalea, hingga Sal Priadi, yang tengah naik daun berkat lirik-lirik nyentrik dan musik yang menyentuh.

Seri pertama akan digelar di kawasan Bromo pada Sabtu, 19 Juli 2025. Selain penampilan musisi papan atas, pengunjung juga akan disuguhi pertunjukan dari Papermoon Puppet Theatre, yang tampil selama dua hari, yakni 19 dan 20 Juli. Salah satu pertunjukan spesial mereka akan digelar pada Minggu pagi, di pedesaan sekitar venue—menghadirkan pengalaman artistik yang lebih akrab dengan suasana alam. Kombinasi musik dan seni pertunjukan ini menjanjikan pembuka yang tak hanya meriah, tetapi juga menyentuh sisi estetika dan spiritual festival.

Sepekan kemudian, pada Sabtu, 26 Juli 2025, seri kedua kembali digelar di Bromo dengan nuansa musikal yang lebih eksploratif. Lorjhu’ (Badrus Zeman) akan membawakan warna folk khas Madura, disusul penampilan Natasya Elvira bersama para peserta Bromo Jazz Camp. Bintang Indrianto akan tampil dalam format trio, dengan pendekatan jazz yang lebih bebas—memberi ruang bagi improvisasi dan olah rasa yang segar. Tohpati Ethnomission juga akan kembali hadir, menggabungkan jazz modern dengan kekuatan bunyi instrumen tradisional seperti gong dan suling.

Seri ini semakin menarik dengan hadirnya Sal Priadi, yang tampil bersama Rouge dari Prancis—memadukan kekuatan lirik puitis dengan semangat folk yang hangat. Menjelang puncak perayaan, Monita Tahalea dijadwalkan tampil dalam special show pada malam sebelum Series 2 berlangsung, tepatnya Jumat, 25 Juli 2025. Penampilannya diharapkan memberi sentuhan lembut dan reflektif menjelang akhir pekan festival.

Di antara dua seri di Bromo, digelar program Bromo Jazz Camp sebagai bagian dari semangat regenerasi dan edukasi. Bootcamp ini diperuntukkan bagi anak-anak muda dari berbagai daerah, yang akan mendapat pelatihan intensif dari mentor profesional. Kevin Yosua, koordinator program, menyebut bahwa jumlah peserta sengaja dibatasi antara 25 hingga 40 orang agar pembelajaran lebih fokus. Mereka juga berkesempatan tampil langsung di panggung festival bersama musisi utama—menjadikan pengalaman ini bukan sekadar pelatihan, tetapi juga ajang aktualisasi diri di panggung nyata.

Festival tahun ini akan dilanjutkan dengan seri ketiga yang digelar di kawasan Ijen, Banyuwangi, pada Agustus 2025. Meski detail line-up masih menunggu pengumuman resmi, Jazz Gunung Ijen selama ini dikenal memiliki karakter yang lebih kontemplatif, dengan lanskap pegunungan sebagai latar alami yang memperkuat nuansa musikal dan spiritual festival.

Menurut Bagas Indyatmono, CEO Jazz Gunung Indonesia, Jazz Gunung tahun ini kembali mengusung semangat “jazz and beyond”—yaitu eksplorasi bunyi dan rasa yang melintasi batas genre. Ia menyebut pentingnya menyandingkan jazz dengan elemen etnik agar tercipta harmoni yang khas dan berakar pada budaya lokal.

Dalam kesempatan yang sama, Vinsensius Jemadu, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, juga menegaskan komitmen dukungan pemerintah melalui skema promosi, sarana prasarana, hingga penguatan brand event. “Bahkan untuk BRI Jazz Gunung Series 3 di Ijen tanggal 9 Agustus 2025, kami sudah bicara dengan penyelenggara untuk kolaborasi. Kami juga akan memanfaatkan seluruh kanal media Kemenparekraf, termasuk Videotron di depan Patung Kuda, agar event ini semakin meluas. Dan yang paling pasti tentu doa agar berjalan lancar, apalagi ini di gunung,” ujarnya.

Selain itu, Andy F Noya, Advisor Jazz Gunung Indonesia, menggarisbawahi semangat inklusi festival ini. “Jazz Gunung membuktikan jazz bukan musik eksklusif. Kita pernah undang Didi Kempot dengan aransemen Djaduk Ferianto di suasana dingin, semua orang bernyanyi. Bahkan di Ijen, kita kolaborasikan dengan tari Gandrung dan sinden Bu Temu. Inilah buktinya jazz membuka ruang kolaborasi lintas seni dan budaya,” katanya.

Jazz Gunung 2025 juga diperkuat dukungan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Deputi Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan, Vinsensius Jemadu, memberikan apresiasi tinggi atas konsistensi penyelenggaraan festival ini. “Tujuh belas kali berturut-turut bukan hal mudah. Festival ini sejalan dengan agenda ekonomi hijau dan pariwisata berkelanjutan,” tegasnya.

Selain mendukung promosi dan infrastruktur, Kemenparekraf juga mendorong agar Jazz Gunung naik kelas menjadi event berskala global berbasis kekayaan intelektual lokal. Di saat yang sama, Jazz Gunung telah memperluas dampaknya secara ekonomi ke komunitas sekitar. Hotel penuh, homestay ramai, hingga pemilik jip dan kuda lokal tersenyum lebar setiap kali festival digelar.

Jazz Gunung telah menjadi ruang yang tak lagi mengenal batas genre, usia, atau bahasa. Forum Jazz Indonesia (FJI) bersama IFI dan sejumlah kedutaan besar Eropa turut membuka jalan diplomasi budaya. Chico Hindarto dari FJI menyebut bahwa sinergi ini menjadi langkah strategis membawa jazz Indonesia menembus panggung internasional, tanpa melepaskan akarnya.

Didukung penuh oleh BRI, Jazz Gunung tahun ini juga menyatukan kemudahan digital melalui aplikasi BRImo. Aplikasi ini hadir sebagai solusi transaksi cerdas selama festival, dan sebagai jembatan BRI untuk menjangkau generasi muda pecinta musik jazz. Dengan semangat #BRIMoMudahSerbaBisa, pengalaman menyaksikan jazz di ketinggian gunung menjadi lebih praktis dan nyaman.

Jazz Gunung 2025 adalah ruang perjumpaan antara bunyi, angin, kabut, dan manusia. Ia tumbuh sebagai ruang spiritual, estetika, dan pemberdayaan. Sebuah panggung di mana semua bisa duduk bersama, mendengar, merasakan, dan pulang dengan jiwa yang segar. XPOSEINDONESIA/IHSAN

Must Read

Related Articles