Musik adalah bahasa universal, pesan moral, pesan sosial bisa digerakkan melalui teks lirik Indonesia, Inggris atau melalui genre musik apapun. Yang penting sebagai karya artistik, dianggap bagus atau tidak. Death Distortion memilih genre Modern Metal dengan gabungan bahasa Indomesia dan Inggris.Spirit : indie…….
Gagasan Rock Lover
Sebuah band dengan passion ‘warna musik” tertentu bisa jadi karya besar atas inisiatif pencinta musik rock ( rock lover ). Di era digital dengan fisik CD mengecil jumlahnya macam sekarang, band baru membuat album dengan hard cover, genre rock, lebih lagi memilih musik metal, termasuk barang langka dan berani. Tapi, itulah yag dilakukan Bang Ilham Johan – begitu biasanya kami menyapa sang Executive Producer Death Distortion, band Modern Metal Jakarta.
“Awalnya Pak Ilham bikin event pergelaran musik rock di Rolling Stone Cafe melalui Indonesian Rock Collaboration, Agustus 2015. Waktu itu saya main bareng dengan beberapa musisi rock senior dan yunior, satu diantaranya Rian, drummer rock berumur 14 tahun, putera Pak Ilham. Dari sini saya ditawarin bentuk band, harus genre rock, yang metal pun Oke, “ cerita Trison Manurung, lead vocal dan komposer. Bagi Trison, tawaran ini merupakan tantangan, karena Roxx Band yang dibangunnya, lagi vakum panjang.
Rian dibantu Trison lantas mengontak teman lamanya untuk merekrut personel. Antara lain, Wawan Cher ( ex gitaris Blue Savana, Wolfgangs dan No Limits ), Ega Liong ( gitaris gahar Blackout Band ), dan Didiek Orange, bassist Roxx dan One Feel. ‘Pasukan’ musik inti ini diyakini Trison, bisa dahsyat membangun musik metal, di panggung dan rekaman.
Maka, saat Desember 2015 Indonesian Rock Collaboration 2 digelar di Fame Station Bar & Cafe Bandung, formasi Death Distortion itu mulai diuji coba, melalui 2 superhitnya, ‘Reinkarnasi’ dan ‘Death Distortion’. Penonton kasih aplaus panjang dan panggung mulai panas……