Rabu, Desember 10, 2025

Airportradio Rilis Dua Lagu HAKTP 2025 untuk Penyintas KBG

Band hazy dream pop Airportradio merilis dua lagu baru berjudul “Semesta Kecil” dan “Bunga Tengah Hari” pada 6 Desember 2025 bersama demajors. Kehadiran dua karya ini menegaskan kembali suara para penyintas kekerasan berbasis gender, sekaligus menjadi bentuk partisipasi band dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) yang berlangsung 25 November–10 Desember setiap tahunnya.

Airportradio sejak awal dikenal sebagai band yang menjelajahi “kebisingan dalam kesunyian”. Mereka tidak pernah menggunakan gitar untuk menjaga ruang bunyi tetap tenang namun padat makna. Hal itu terasa kuat di “Semesta Kecil”, lagu yang dibuka dengan puisi lirih sebelum perlahan berubah menjadi komposisi penuh semangat melalui drum, sintetis, biola, cello, bass, hingga french horn. Lagu ini menceritakan kehadiran aman dari orang-orang terdekat penyintas kekerasan; sebuah ruang sunyi yang merawat luka tanpa glorifikasi dan menjadi pondasi untuk bangkit kembali.

Berbeda nuansa, “Bunga Tengah Hari” dibuka dengan rekaman suara hutan Kalimantan selama satu menit yang berasal dari proyek Points of Listening, menghadirkan jeda bagi “bunga” yang tumbuh dari reruntuhan. Lagu ini menggambarkan momen kebangkitan penyintas yang berusaha kembali mengenali nilai dirinya setelah kekerasan yang menjerat hidupnya. Komposisinya dibuat tanpa drum, hanya memadukan sintetis, bass, cello, dan simbal yang merepresentasikan proses pertumbuhan. Lagu ini kembali ditutup oleh suara hutan—sebuah simbol tenang, aman, dan pulih.

Kedua lagu ini memiliki semangat selaras dengan tema HAKTP 2025 yang diusung Komnas Perempuan, yaitu “Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman.” Airportradio banyak menggali pengalaman pribadi para personel serta kontributor yang merupakan penyintas, sehingga keduanya hadir sebagai pesan emosional yang otentik bagi mereka yang sedang berjuang melampaui trauma. Kedua lagu dapat diunduh melalui situs demajors mulai 6 Desember 2025, bertepatan dengan Hari Tanpa Kekerasan terhadap Perempuan.

“Kami merilis dua single ini bersamaan karena keduanya saling terhubung dan kami persembahkan untuk para penyintas, mereka yang masih berjuang, serta siapa pun yang menjadi support system,” ujar Deon, kibordis Airportradio. Ia menegaskan bahwa kekuatan penyintas sering lahir dari kebersamaan, terlebih ketika sistem belum sepenuhnya berpihak pada mereka.

Kekerasan berbasis gender masih menjadi isu serius di Indonesia. Data SIMFONI-PPA yang dikutip AMAN Indonesia mencatat 17.355 kasus kekerasan hingga awal Agustus 2025, dengan 14.919 di antaranya korbannya adalah perempuan. UN Women menambahkan bahwa hanya 40 persen perempuan yang mencari bantuan setelah mengalami kekerasan, menunjukkan bahwa hambatan struktural dan sosial masih membayangi para penyintas.

Kedua lagu Airportradio tersebut juga menjadi bagian dari album ketiga yang akan dirilis pada 2026 di bawah naungan demajors Independent Music Industry (DIMI). Label ini dikenal konsisten menciptakan ruang aman dan inklusif, antara lain melalui gerakan #SalingSilang di Synchronize Fest bekerja sama dengan Yayasan Pulih dan LBH Apik.

Proses pembuatan album baru ini berlangsung hanya tujuh hari, melanjutkan tradisi album sebelumnya. Pada Juli 2025, para personel—Benedicta R. Kirana (vokal), Deon Manunggal (keyboard/synth), Ign Ade (bass), dan Prihatmoko Moki (drum)—berkumpul di masa ketika masing-masing sedang menghadapi babak berat dalam kehidupan. Mereka menjalani empat hari inkubasi di Yogyakarta, menyusun tujuh aransemen awal, lalu menyempurnakannya di studio Kua Etnika sebelum merekam seluruh materi di hari ketujuh. “Yang paling kami nikmati adalah obrolan pagi, kopi, dan tawa. Prosesnya ringan, hanya tentang kebersamaan,” ujar Moki.

Ade menambahkan bahwa “Semesta Kecil” menggambarkan ruang aman yang dirawat bersama, sebuah ekosistem pertemanan yang saling menopang luka. Sementara “Bunga Tengah Hari” memotret penyintas yang mulai tumbuh kembali dari reruntuhan hidupnya setelah mendapatkan dukungan dari lingkar terdekat. Benedicta menegaskan bahwa isu kekerasan berbasis gender adalah pengalaman hidup yang dekat dengan para personel dan kolaborator Airportradio. Musik bagi mereka adalah cara merebut kembali narasi yang kerap direnggut oleh trauma, stigma, dan ketidakadilan.

Airportradio berharap dua lagu ini dapat dirasakan sebagai perjalanan utuh seorang penyintas—dari menemukan ruang aman hingga kembali tumbuh. “Pesan kami jelas,” ujar Benedicta, “album ini adalah komitmen untuk saling jaga dan tumbuh bersama para penyintas. Tidak seorang pun harus menghadapi luka sendirian.” XPOSEINDONESIA/IHSAN

Must Read

Related Articles