Pianis Irsa Destiwi kembali memukau penonton di BRI Jazz Gunung Series 3 Ijen yang berlangsung di Amfiteater Taman Gandrung Terakota, Jiwa Jawa Resort, Banyuwangi, Sabtu (9/8). Kali ini, musisi yang kini menetap di Bali itu tampil bersama pemain kontra bass asal New York, William Lyle, dan drummer Grady Boanerges.
Tahun ini menjadi penampilan ketiganya di Jazz Gunung Ijen. Bagi Irsa, panggung tersebut bukan sekadar ajang konser, melainkan ruang berekspresi yang memberi porsi besar pada musik jazz. “Pastinya sangat senang setiap kali datang ke sini, apalagi tahun ini banyak performer lain yang juga sangat bagus dan memainkan musik jazz,” ujarnya.
Irsa membawakan karya orisinal seperti Rosy Cheeks, It Could Happen to You, My Name is Ruby, Those 5 Days, dan Tree House. Namun, di tengah pertunjukan, hujan deras mengguyur amfiteater hingga penampilan sempat terhenti. Penonton diberi jas hujan, panggung disesuaikan, dan pertunjukan pun berlanjut. “Tidak ada cara lain, ya main saja. Kami tidak mungkin berhenti di tengah lagu, kecuali kalau ada badai,” kata Irsa sambil tertawa.
Menurutnya, konsistensi festival jazz terletak pada komposisi musiknya. Ia menilai banyak acara musik berlabel jazz namun minim isi jazz. “Jangan hanya label jazz, tapi isinya juga harus jazz. Minimal 60 persen musisi jazz dilibatkan. Di sini ada yang non-jazz, tapi it’s good karena lebih dari 60 persen memang jazz,” tegasnya.
Bermain di alam terbuka menjadi daya tarik tersendiri bagi Irsa. “Di tengah-tengah alam seperti ini dan kita bisa main jazz, itu luar biasa. Biasanya di indoor, tapi di sini outdoor, dekat dengan alam, bahkan kehujanan,” tuturnya.
Selain sebagai ajang reuni sesama musisi, Jazz Gunung Ijen menurut Irsa juga memberi ruang penting bagi karya orisinal. “Musisi jazz butuh wadah untuk mengekspresikan atau membawakan lagu orisinal di tempat yang tepat, di jazz festival,” pungkasnya.



