Penulis skenario stripping, bisa jadi sebuah profesi baru. Anda tertarik? Yanti Puspitasari, penulis skenario sinetron “7 Manusia Harimau”, produksi SinemaArt yang sedang ditayangkan RCTI ini mengaku mau mengajari Anda dan membuka rumahnya sebagai base camp untuk belajar.
Menurut Yanti, untuk menjadi penulis stripping, tidak perlu bakat. Asal punya kemauan, tekun, disiplin, mau bekerja keras, mau memisahkan diri dari keluarga untuk tinggal di base camp, “Dan tahan hanya tidur 3 – 4 jam dalam sehari akan dapat honor yang lumayan,” kata Yanti Puspitasari di Coffee Institute Jl. Gunawarman No. 71 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (27/5/2015).
Perempuan kelahiran Jakarta, 15 Mei 1971, menyebut dirinya sudah 20 tahun lebih berkecimpung sebagai penulis skenario sinetron. Ia telah melahirkan cerita untuk banyak judul sinetron, di antaranya “Kehormatan”, “Bidadari”, “Doa Harapanku”, “Inayah”, “Aisyah Putri The Series” (Jilbab in Love). Sepanjang karirnya itu, ia mengerjakan skenario untuk berbagai rumah produksi Multivision Plus, Soraya, Astro, hingga SinemArt.
Ibu dari dua anak ini bisa disebut pionir untuk penulis naskah stripping. Ia memulainya lewat sinetron bertajuk “Doaku Harapanku” yang diproduksi Multivision Plus. “Tren sinetron stripping lahir ketika kami mengisi slot di bulan Ramadan. Dan tren penayangan sinetron stripping kemudian melebar di luar bulan Ramadan.”
Dalam proses melahirkan karya, meski hanya “mengeram” di base camp, Yanti mengaku tetap mendisiplinkan diri dalam mengelola waktu kerja. “Biasanya, saya kerja sembilan jam sehari atau lebih. Saya mulai menulis pada pukul 07.00 – 12.00 siang, lalu beristirahat atau buka-buka facebook. Saya kerja lagi sampai pukul 24.00, “ ungkap Yanti. “Biasanya saya bekerja dengan beberapa komputer sekaligus. Soalnya sering saya mengerjakan untuk dua judul sinetron sekaligus!”
Jika sedang berada di luar kota atau di luar negri, konsentrasinya tetap pada penulisan, “Karena itu saya selalu membawa tape recorder dan notebook untuk merekam dan menulis gagasan yang muncul tiba-tiba,“ ungkapnya bersemangat.
Tim Besar, Kerja Berat
Yanti menyebut, untuk penulisan skenario stripping biasanya dikerjakan dalam satu tim yang disebut sebagai co-writer yang berisi 8-10 orang. “Co writter saya datang dari beragam kalangan, ada yang pegawai pabrik, pedagang kaki lima tukang bakso, tukang cuci piring. Mereka saya didik menulis dan ternyata bisa,” tambah Yanti bersemangat.
Namun Yanti tidak lupa mengingatkan, memasuki dunia penulisan skenario stripping tidak mudah. Banyak tantangan, di antaranya harus berani meninggalkan kehidupan normal dan tinggal di base camp, tanpa gangguan persoalan pribadi maupun keluarga, plus pola tidur hanya dua jam per hari.
Kata Yanti, tekanan hidup penulis stripping bisa jadi lebih berat dari militer. Setiap hari dihantui tekanan berat. Misalnya, antara pukul 10.00 -11.00 pagi, ia deg degan menunggu keluarnya laporan rating. “Tuhannya sinetron itu kan rating. Kalau sampai jelek, siap-siap aja dimaki-maki,” bebernya.
Itu masih belum seberapa. Cobaan tak kalah berat lainnya adalah dari pesaing, baik dari produser maupun sesama penulis. Menurut Yanti, bukan cerita baru ada rumah produksi yang “berperang” satu sama lain demi memperebutkan karyawan. “Curi-mencuri co-writter, bajak membajak, situasinya dahsyat banget. Malah ada yang pasang mata-mata,” tuturnya.
Yanti juga mengakui, era keemasan mendulang rupiah dari penulisan skenario sendiri sebetulnya sudah berubah. Dulu untuk satu skenario sinetron yang tayang seminggu sekali, ia bisa mendapat honor sebesar 15-22 juta rupiah per episode.
“Saya menjadi sangat kaya, punya dua apartemen, punya mobil dan bisa jalan-jalan keluar negeri 7 kali dalam setahun,” ungkap wanita berusia 42 tahun bersemangat.
Namun era itu berubah, justru ketika tayang sinetron berubah durasi menjadi harian. Celakanya, dalam hal pendapatan, jumlahnya malah melorot. Kini Yanti mengaku hanya menerima honor sebesar 4 juta rupiah per episode. “Itupun dibagi dengan co-writer yang jumlahnya 8 orang. Saya sering nombok,” katanya terus terang.
Kondisi ini terjadi, karena rumah produksi yang terbatas, di tengah slot tayang sinetron di televisi yang juga terbatas. “Yang rutin menayangkan sinetron sekarang ini hanya RCTI, SCTV dan Indosiar.”
Yanti menyebut, kegiatan menulis skenario sinetron pun telah menjadi bagian dari industri televisi. Yanti mengakomodasikan kreativitasnya dengan kepentingan industri. Ia biasa menulis ketika dikejar target tayang. Ia juga siap melanjutkan skenario yang sebelumnya dikerjakan penulis lain. “Intinya, saya harus siap menulis apapun sesuai trend hiburan televisi, dari sinetron remaja sampai misteri.
Menurut Yanti, seorang penulis sejati, dalam kondisi terdesak sekalipun harus tetap menulis dengan penuh cinta. “Apapun yang ditulis harus dengan cinta, dan hasilnya akan menjadi karya yang dicintai, baik oleh penulisnya maupun penikmatnya,” ungkapnya dengan senyum
Karena itu, untuk pengayaan cerita, Yanti tetap wajib mengamati kehidupan sosial di sekitarnya, selain banyak membaca. Ia mengaku berlangganan banyak koran, tabloid, majalah gaya hidup, sampai National Gheographic.
“Untuk menjaga kualitas cerita, saya banyak bertanya kepada orang di sekitar saya mulai dari anak-anak, saudara, teman sampai pembantu di rumah, “ katanya. XPOSEINDONESIA/NS Foto : Dudut Suhendra Putra