Sabtu, Oktober 11, 2025

Gilang Ramadan Musik di Hulu, Mendidik Maestro Sejak Dini

Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 pada hari ketiga, Jumat (10 Oktober), menghadirkan sejumlah sesi paralel yang menarik perhatian peserta. Salah satu sesi yang penuh inspirasi bertajuk “Musik di Hulu: Pendidikan, Regenerasi, dan Maestro”, menghadirkan musisi legendaris Gilang Ramadhan Kartahadimadja Dalam paparannya, Gilang menekankan pentingnya pendidikan musik sejak usia dini sebagai pondasi lahirnya maestro-maestro masa depan Indonesia.

“Seorang maestro harus disiapkan sejak dini,” tegas Gilang. Ia meyakini bahwa regenerasi musisi tidak bisa muncul secara instan, tetapi harus ditanamkan melalui pendidikan musik sejak anak-anak usia PAUD dan sekolah dasar.

Musik untuk Menciptakan Anak Indonesia yang Seutuhnya

Gilang berbagi pengalaman panjangnya dalam dunia musik, sejak pertama kali belajar angklung pada usia delapan tahun hingga menempuh pendidikan musik di luar negeri. “Saya mulai bermain musik sejak umur delapan tahun. Guru pertama saya adalah Slamet Abdul Syukur, bahkan saya sempat belajar di Prancis dan kemudian di Amerika,” kenang lulusan Hollywood Profesional School (1980-1982) dan Los Angeles City College (LACC), mengambil jurusan Perkusi (1981-1984). 

Namun dari seluruh pengalaman itu, ia menegaskan bahwa tujuan belajar musik bukan semata untuk menjadi musisi profesional, melainkan untuk membentuk karakter anak. “Yang ingin saya ciptakan adalah anak Indonesia yang seutuhnya. Musik itu suplemen kehidupan—mengajarkan disiplin, kreativitas, empati, kerja sama, dan rasa percaya diri,” ujar Gilang.

Menurutnya, kemampuan bermain musik hanyalah satu sisi dari manfaat yang lebih luas. “Kalau anak belajar musik sejak dini, mereka tidak hanya pandai bermain alat, tetapi juga belajar disiplin dan berani percaya diri,” tambahnya.

Dari Banyuwangi hingga Dunia: Menyiapkan Regenerasi

Dalam beberapa tahun terakhir, Gilang aktif berkeliling Indonesia memberikan workshop musik bagi anak-anak dan guru PAUD. Ia mencontohkan pengalamannya di Banyuwangi, di mana seorang anak berusia 1,5 tahun sudah mulai belajar musik dengan latihan dua jam setiap hari. “Program di sana tujuannya jelas: melahirkan maestro. Karena kalau tidak dipersiapkan dari sekarang, 20-30 tahun ke depan kita akan kehilangan penerus,” ujarnya.

Ia juga menyoroti bahwa perubahan zaman telah mengubah cara pandang orang tua terhadap profesi musisi. “Dulu, saya satu-satunya anak yang diizinkan orang tua sekolah musik di luar negeri. Sekarang, banyak orang tua yang bangga anaknya menjadi musisi profesional,” ucap Gilang.

Musik, Sains, dan Kecerdasan

Dalam paparannya, Gilang mengaitkan pendidikan musik dengan perkembangan kognitif anak. Ia mengutip hasil penelitian di Swedia yang menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar musik sejak dini memiliki peningkatan kecerdasan. “Saya juga mengamati sendiri, anak-anak yang belajar musik menunjukkan peningkatan daya konsentrasi dan kemampuan motorik,” jelasnya.

Namun ia juga menegaskan bahwa temuan ini masih terus diamati oleh para ilmuwan dunia. “Profesor musik dari Tiongkok yang saya temui di Bali bilang, belum ada bukti ilmiah yang final, tapi observasinya menunjukkan arah yang positif,” katanya.

Musik Itu Bermain, Bukan Bekerja

Bagi Gilang, esensi musik adalah kegembiraan. Ia khawatir jika musik diidentikkan dengan pekerjaan yang kaku. “Kita harus tetap memakai istilah ‘bermain musik’. Karena bermain itu menyenangkan. Kalau musik dianggap pekerjaan yang menakutkan, anak-anak akan kehilangan rasa senang dalam belajar,” ujarnya.

Ia bahkan menunjukkan contoh-contoh muridnya yang kini menjadi profesional di bidang lain seperti dokter, pilot, hingga politisi—namun tetap merasakan manfaat dari belajar musik. “Ada pilot F-16 yang bilang ke saya, kemampuan konsentrasinya meningkat karena dulu dia belajar gitar,” kisahnya.

Musik untuk Semua: Dari PAUD ke Masyarakat

Menurut Gilang, pendidikan musik bukan hanya untuk calon musisi, tetapi juga untuk masyarakat luas agar memiliki pengetahuan musikal (musical knowledge) yang lebih baik. “Kalau penonton punya pengetahuan musik yang beragam, otomatis musisi juga akan berkembang. Tapi kalau tidak, musisinya akan stagnan,” katanya.

Karena itu, ia menekankan pentingnya peran guru—khususnya guru PAUD dan guru musik—dalam mengenalkan alat musik tradisional berbahan bambu yang murah dan mudah dijangkau. “Bambu ada di mana-mana. Dengan bambu, anak-anak bisa belajar musik tanpa biaya mahal. Ini bagian dari mengenalkan musik tradisional Indonesia,” ujarnya.

Selain memperkenalkan alat musik lokal, Gilang juga mendorong peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan pedagogi. “Guru PAUD harus punya pemahaman dasar tentang makna musik. Tidak cukup jago bermain, tapi juga harus tahu bagaimana mengajarkan musik pada anak kecil,” tegasnya.

Menuju Indonesia Penuh Irama

Menutup sesinya, Gilang berharap KMI tidak berhenti tahun ini, tetapi terus berlanjut sebagai wadah regenerasi dan pendidikan musik nasional. “KMI harus ada tahun ini dan tahun depan. Karena musik adalah bagian dari kehidupan manusia, dan dari sanalah lahir generasi Indonesia yang kreatif, disiplin, dan berkarakter,” pungkasnya. XPOSEINDONESIA/NS

Must Read

Related Articles