Konser amal bertajuk 100 Musisi Heal Sumatera yang digelar di T Space, Bintaro, Tangerang Selatan, Minggu (7/12/2025), menjadi salah satu peristiwa budaya dan solidaritas terbesar yang melibatkan musisi lintas generasi di Indonesia. Digagas oleh Dokter Tompi, Kadri Mohamad, Irma Hutabarat, serta Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), konser ini digelar untuk menggalang dana bagi korban banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Tanpa jeda panjang dan persiapan yang lazimnya membutuhkan waktu berbulan-bulan, konser ini justru lahir hanya dalam waktu tujuh hari—sebuah bukti bahwa empati bisa menggerakkan lebih cepat daripada perencanaan.
Deretan nama besar seperti Marcello Tahitoe, Kaka Slank, Andre Taulany, Maliq & D’Essentials, Vina Panduwinata, Ivan Gunawan, Deddy Corbuzier, Habib Jafar, Vincent Rompies, Gading Marten hingga Judika tampil tanpa bayaran. Banyak dari mereka datang dengan satu alasan yang sama: kemanusiaan. Bahkan, beberapa musisi disebut harus menggeser agenda pribadi demi hadir. “Rata-rata semua teman yang saya telepon nggak pakai mikir. Mereka bilang, ‘Gua ada ini, tapi gua geser dulu deh.’ Itu bentuk kepedulian yang luar biasa,” ucap Tompi.



Irma Hutabarat menyampaikan bahwa meski pelaksanaannya sangat singkat, dukungan yang datang justru berjalan mulus karena para musisi saling mengenal dan memiliki hubungan baik. “Semua ini terjadi karena mereka mau mengulurkan tangan, tanpa syarat, tanpa hitung-hitungan,” katanya.
Gagasan konser ini sebenarnya bermula dari pengalaman beberapa tahun lalu, ketika sejumlah musisi juga terlibat dalam penggalangan dana untuk korban gempa dan tsunami Palu. Pengalaman itu menjadi landasan moral yang kemudian mereka bawa kembali dalam momentum ini. “Karena kita pernah bikin waktu itu buat Palu, jadi aku ajak Irma, ajak Tompi, dan semuanya langsung bergerak,” jelas Kadri.
Di tengah suasana haru dan solidaritas, panggung konser tak hanya menjadi tempat berbagi musik, tetapi juga ruang refleksi dan suara hati. Tompi dengan nada tegas mengingatkan agar tidak ada pihak yang memanfaatkan situasi bencana untuk mencari keuntungan dengan menaikkan harga bahan pokok. “Tolong hatinya dibaik-baikin. Kalau bisa bantu, bantu. Jangan malah mempersulit,” ujarnya.
Hingga malam konser berakhir, total donasi yang masuk mencapai Rp 15.179.230.059. Donasi terbesar datang dari dukungan BUMN sebesar Rp 13 miliar, disusul kontribusi pribadi seperti Rp 1 miliar dari Sahroni, Rp 500 juta dari Tompi, Rp 100 juta dari Gabungan Artis dan Seniman Sunda, serta Rp 100 juta dari Judika. Penyaluran bantuan dilakukan melalui jaringan Iluni UI yang langsung berada di wilayah terdampak untuk memastikan bantuan tepat sasaran, mengingat beberapa akses logistik dan jalur transportasi masih terputus.
Dukungan moral juga hadir dari pemerintah melalui Dirjen Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, yang menilai konser ini sebagai bentuk nyata budaya gotong royong Indonesia. “Acara ini menunjukkan bagaimana budaya tetap hidup melalui kolaborasi para seniman. Partisipasi masyarakat penting, karena solidaritas publik memiliki dampak yang berbeda dibanding hanya menjadi penonton,” ucapnya.
Irma juga menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya respon darurat, tetapi sekaligus pengingat bahwa kerusakan alam dan minimnya keseimbangan ekologis turut memperbesar risiko bencana. “Pembangunan boleh, tapi harus seimbang. Kalau kita tebang seribu pohon, kita tanam seribu pohon,” katanya.
Konser ini belum menjadi garis akhir. Para penggagas menyebut target penggalangan dana masih berlanjut hingga Rp 100 miliar, dengan sejumlah konser lanjutan dan kolaborasi tambahan yang sudah disiapkan.
Malam itu bukan hanya tentang panggung musik, tetapi tentang empati kolektif. Para musisi tidak hanya menyanyikan lagu—mereka menyuarakan kemanusiaan, menghidupkan harapan, dan kembali membuktikan bahwa di tengah bencana, Indonesia selalu menemukan cara untuk bergerak bersama. XPOSEINDONESIA/IHSAN



