Perpustakaan Nasional (Perpunas) Republik Indonesia semakin maju dan modern. “Kami memiliki gedung baru berlantai 24, dengan koleksi karya yang sudah bisa diakses secara digital. Di dalamnya tersimpan 1 juta judul karya cetak dan karya rekam dalam berbagai bentuk,” ungkap Ofi Sofiana Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jaringan Informasi Perpusnas RI, (17/07)
Tahun 2019 ini, Perpunas menganugerahi dua jenis penghargaan. Pertama, penghargaan perseorangan dinamakan Anugerah Pustaka Nusantara, yang diberikan kepada Mira Arismunandar dan Djaduk Ferianto. Kedua, penghargaan untuk kelompok masyarakat bernama Anugerah Mitra Perpustakaan diberikan kepada Museum Musik Indonesia dan ASIRI.
“Penghargaan ini diberikan dalam rangka memberikan apresiasi kepada para pihak yang telah berperan aktif dalam pelaksanaaan undang-undang baru No 13 Tahun 2018 menggantikan UU No 4 Tahun 1990 yang isinya mewajibkan kepada setiap penerbit dan pengusaha rekaman untuk menyerahkan karyanya kepada Perpusnas,” kata Ofi Sofiana di Auditorium Sukarman, tempat dilakukannya penyerahan penghargaan.
Anugerah Pustaka Nusantara diberikan kepada Mira dan Djaduk , karena keduanya dinilai melakukan revitalisasi atau mampu mempertahankan sebuah produk bangsa dan secara terus menerus giat mengaungkan dan menularkan kepada sekelilingnya. Sementara Anugerah Mitra Perpustakaan diberikan Museum Musik Indonesia dan ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia), karena kedua organisasi ini dinilai berperan seperti perpustakaan tapi tidak punya kewajiban sebagai perpustakaan. Keduanya dinilai turut mencerdaskan anak bangsa dan melestarikan karya budaya bangsa.
Usai penyerahan penghargaan, diselenggarakan diskusi bertajuk “Menggali Kearifan Budaya” dengan pembicara Ofi Sofiana dan para penerima penghargaaan, yakni Mira Arismundar, Djaduk Ferianto, Hengky Herwanto (MMI) dan Nico (ASIRI)
Merawat Budaya, Menjaga Pusaka
Mira Arismunandar, pendiri, dan penggerak Sanggar Seni Gema Citra Nusantara (GCN) yang kerap membawa tari tradisi Indonesia ke kompetisi tari dunia, dan selalu memenangkan penghargaan, baik untuk menduduki posisi utama maupun posisi tiga besar itu, merasa sangat berterima kasih kepada ayahandanya, Wiranto Arismundandar .
“Karena beliaulah yang memperkenalkan saya pada dunia tari, sejak saya kanak-kanak!” ungkap Mira dengan suara tersekat haru
Mira yang dipromotori oleh Bens Leo untuk meraih penghargaan ini, menyebut, “Kemampuannya dalam menari sejak kecil telah memberikan akses untuk terus memperkenalkan budaya Indonesia di luar negeri lewat tarian, sekaligus bisa pula menurunkan ilmu kepada generasi muda. Agar mereka tetap cinta dengan budaya lokal!”
Sementara Djaduk Ferianto mengkritik kenyataan yang ada di masyarakat bahwa koleksi lagu daerah yang terkenal dari masa ke masa, tidak pernah berubah.
“Lagu daerah yang kita kenal dari dulu, ya lagu yang itu-itu saja. Lagu ‘Ampar-Ampar’ dari Kalimantan atau ‘Angin Mamiri’ dari Sulawesi. Padahal, lagu lain juga banyak. Dan rata-rata memiliki kedalaman makna, dan nasihat bijak!”
Karena itu, Djaduk bukan hanya mengkritik tapi mengambil inisiatif untuk mengumpulkan lagu daerah kemudian direkam ulang dalam album Sesaji Nagari. “Beberapa lagu daerah saya kulik, dan saya aransemen ulang, dengan mendekati rasa yang disukai anak muda sekarang!”
Hengki Herwanto mengaku merasa surprise menerima Anugerah Mitra Perpustakaan. Secara merendah ia menyebut, karena apa yang dilakukannya dalam MMI sebenarnya sederhana, yakni hanya menghimpun dan merawat karya rekam musik dari pemusik di Indonesia, sejak tahun 2009.