Pesan Moral untuk Pemimpin Negara
Pergelaran Wayang Orang “Parikesit Jumeneng Ratu” atau “Parikesit Menjadi Pemimpin” digelar di Gedung Kesenian Jakarta, 7 Oktober 2013. Acara ini disusun Sekar Budaya Nusantara (SBN), dalam rangka memperingati 13 tahun kelompok tersebut.
Para pendukung acara ini merupakan para pemain wayang orang terbaik di negeri ini. Mereka merupakan seniman yang telah dibina sejak SBN berdiri melalui siaran Wayang Orang di TVRI (2002-2010). Nama-nama seniman tersebut antara lain: Agus Prasetyo, Ali Marsudi, Eny Sulistiyowati, Dewi Sulastri, Aryo Saloko, Wasi Bantolo dan lain-lain.
Sekarang, mereka sudah tumbuh sebagai seniman utama dan sering ampil di berbagai komunitas wayang orang di Jakarta, bahkan beberapa di antaranya sudah mampu memimpin komunitasnya sendiri.
“Parikesit Jumeneng Ratu” disutradarai Teguh Kenthus Ampirato, dengan koreografer Nanang Ruswandi dan penulis naskah Undung Wiyono, hanya membutuhkan waktu latihan satu kali dan langsung terlihat cemerlang di atas pentas. Beberapa nama lain yang menjadi pemain adalah Gendis Wicaksono (Arimbi), Irwan Sartono (Nakula), Manuhara (Putri Nurra) dan lain-lain
Cerita ini memuat pesan moral tentang keutamaan seorang pemimpin negara. Yang didalamnya terdapat ajaran kepemimpinan dan suksesi yang merupakan kearifan budaya bangsa Indonesia yang sekarang ini banyak dilupakan.
Kisah utama berpusat pada Parikesit, cucu Arjuna dan anak dari Abimanyu dengan Dewi Utari dari negeri Wirata. Parikesit diangkat menjadi Raja Astina memalui proses kaderisasi dan regenerasi yang dipersiapkan dengan matang. Sebuah suksesi yang terprogram, damai, elegan dan tanpa gejolak.
Pergelaran Wayang Orang “Parikesit Jumeneng Ratu” banyak sekali mengandung “local wisdom” Indonesia, terutama seni pewayangan, yang kaya ajaran moral tentang keutamaan seorang pemimpin negara. (Teks YR/NS Foto : Yuri Rahadian)