
Kebaya bisa menjadi identitas budaya Indonesia berbasis kelokalan dengan sejarah panjang busana di Nusantara.
Secara historis, kebaya di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang dari sejarah busana di Nusantara.
Kebaya memiliki keunikan tersendiri karena sejarah panjangnya sebagai salah satu busana yang berkembang di Nusantara. Sejarah kebaya juga bisa dikulik melalui sejarah kain panjang seperti batik Solo, Batik Yogyakarta, Batik Peranakan dan lainnya.
Kini, telah terbut buku “Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan” hadir sebagai wujud dokumentasi dan pelestarian budaya kebaya, yang tidak hanya mencerminkan keindahan tetapi juga mengabadikan perjalanan sejarahnya.
Disusun melalui riset mendalam, buku ini menggali makna kebaya dari berbagai perspektif budaya, sosial, dan sejarah, dilengkapi dengan wawancara para pakar budaya, antropolog, hingga pewaris tradisi kebaya di berbagai daerah.
“Kebaya adalah bagian tak terpisahkan dari identitas perempuan Indonesia. Setiap daerah memiliki keunikan kebayanya masing-masing,” kata Miranti Serad selaku salah satu penulis buku saat temu media di kawasan Pacific Place, Jakarta, Sabtu.
Karya itu juga memperkaya pengalaman pembaca dengan foto-foto artistik dan fitur kode QR yang mengarahkan ke video dokumentasi, menjadikannya lebih interaktif dan relevan di era digital.
Buku tersebut juga menyoroti dampak ekonomi kebaya terhadap masyarakat, khususnya pelaku UMKM seperti penjahit, perajin kain, dan penyewa busana.
Kebaya tidak hanya menjadi simbol budaya tetapi juga pendorong roda ekonomi. Selain itu, buku ini mencakup upaya pendidikan tentang kebaya melalui digitalisasi pola dan desain, memenuhi salah satu syarat penting UNESCO untuk pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia.
Buku ini juga mengabadikan gerakan-gerakan komunitas kebaya di berbagai daerah, seperti “Car Free Day Berkebaya” hingga pelibatan penjahit difabel di Semarang.
Dalam upaya ini, Tim Nasional Kebaya berkolaborasi dengan berbagai komunitas untuk mendokumentasikan keberagaman kebaya, mulai dari Kebaya Ambon hingga Batavia.
Meski sudah komprehensif, Miranti mengakui bahwa dokumentasi ini masih membutuhkan tambahan data, terutama dari arsip luar negeri seperti Singapura dan Belanda.
“Kami bahu-membahu menyusun buku ini, melibatkan banyak pihak demi memastikan warisan budaya ini tercatat dengan baik,” ungkapnya.
Sebagai bagian dari pengajuan ke UNESCO, buku ini menjadi dokumen penting yang memperlihatkan keseriusan Indonesia dalam melestarikan kebaya.
Buku itu juga menjadi bukti nyata bahwa komunitas berkebaya di Indonesia tidak hanya bergerak sendiri-sendiri tetapi bersatu dengan semangat kolektif.
Melalui buku ini, diharapkan kebaya tetap menjadi simbol keanggunan, identitas budaya, dan kebanggaan bangsa yang diwariskan untuk generasi mendatang.
Menurut Emi Wiranto sebagai Penulis dari buku itu juga mengatakan bahwa kebaya merupakan identitas bangsa yang tidak mengenal status sosial dan harus dilestarikan.
“Kebaya itu tidak memandang status sosial, dengan kebaya semua orang akan terlihat sama,” ujarnya. XPOSEINDONESIA Teks dan Foto ANTARA