Sabtu, Desember 13, 2025

Festival Film Horor 2025 Gelar Diskusi Publik dan Penghargaan, Bahas Masa Depan Film Horor Indonesia

Film horor masih menjadi genre paling dominan di bioskop Indonesia, namun di balik tingginya minat penonton, muncul kebutuhan untuk membicarakan kualitas, arah, dan tanggung jawab kreatif di balik layar. Berangkat dari kegelisahan tersebut, Festival Film Horor atau ffhoror menghadirkan ruang dialog melalui diskusi publik bertajuk “Film Horor Indonesia Kini dan Nanti” yang digelar di Pictum Coffee & Kitchen, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada 13 Desember 2025. Kegiatan ini menjadi pertemuan lintas perspektif antara jurnalis, sineas, akademisi, selebriti, serta masyarakat pencinta film Indonesia yang ingin melihat genre horor berkembang lebih matang dan bermakna.

Ketua penyelenggara ffhoror, Chandra NZ, yang merupakan lulusan Departemen Film Institut Kesenian Jakarta, menyampaikan bahwa diskusi ini merupakan bagian dari upaya mendorong peningkatan kualitas film Indonesia agar tidak hanya laku secara komersial, tetapi juga menjadi hiburan yang sehat dan bermanfaat sesuai amanat Undang-Undang Perfilman. Ia menegaskan bahwa festival dan diskusi ini menjadi langkah awal sebelum ffhoror digelar secara rutin setiap bulan mulai Januari 2026, tepatnya setiap tanggal 13.

Genre horor dipilih secara khusus karena tingginya minat sineas untuk memproduksi film horor serta antusiasme penonton yang selalu mendominasi jumlah penayangan setiap tahun. Chandra menyoroti fenomena ketika penonton datang ke bioskop dan mendapati sebagian besar film yang tersedia justru berasal dari genre horor. Menurutnya, besarnya produksi dan minat tersebut menunjukkan potensi besar film horor Indonesia, yang perlu diarahkan agar terus berkembang secara kualitas dan tidak hanya mengandalkan formula lama.

Sebagai bentuk dukungan nyata terhadap ekosistem film horor, ffhoror juga memberikan penghargaan kepada film dan insan perfilman yang dinilai berprestasi sepanjang 2025. Penghargaan tertinggi ffhoror tahun ini diberi nama Penghargaan Nini Sunny, sebagai penghormatan kepada almarhumah Nini Sunny, Pemimpin Redaksi XposeIndonesia yang dikenal luas dan malang melintang di dunia jurnalistik hiburan, khususnya di bidang film dan musik.

Nini Sunny wafat pada 4 Desember lalu dan sebelum berpulang menjabat sebagai ketua dewan juri ffhoror. Atas izin keluarga, penggunaan namanya sebagai penghargaan tertinggi ffhoror 2025 menjadi simbol penghormatan atas dedikasi, integritas, serta kontribusinya dalam mengawal perkembangan industri film dan musik Indonesia melalui karya jurnalistiknya. Selain penghargaan film pilihan, apresiasi juga diberikan kepada sutradara, pemain, serta juru kamera yang dinilai berhasil menghadirkan kualitas dalam film horor.

Diskusi ffhoror 2025 menghadirkan sejumlah pembicara lintas generasi, mulai dari aktris senior Nini L Karim, sutradara dan produser Agus Riyanto, hingga sineas seperti Haris Chinamon dan Ilham Acho Bachtiar, serta aktris muda Karina Icha. Diskusi dimoderatori oleh Irfan Handoko. Para pembicara sepakat bahwa film horor Indonesia selama ini masih banyak berkutat pada mitos dan urban legend, meski mulai terlihat adanya perubahan pendekatan dalam beberapa karya terbaru.

Nini L Karim memandang bahwa horor tidak selalu identik dengan mistik atau sosok hantu, melainkan juga bisa hadir melalui kondisi dan situasi yang menimbulkan rasa takut atau ketidaknyamanan. Ia bahkan mencontohkan bahwa situasi sosial tertentu bisa menjadi bentuk horor tersendiri bagi masyarakat. Pandangan tersebut menambah perspektif baru bahwa genre horor memiliki ruang eksplorasi yang lebih luas daripada sekadar visual menyeramkan.

Sementara itu, Agus Riyanto menjelaskan bahwa pilihan produser terhadap genre horor tidak terlepas dari kedekatannya dengan kehidupan masyarakat. Menurutnya, penonton sering kali tidak terlalu mempermasalahkan siapa pemainnya, melainkan tertarik pada sosok hantu atau cerita yang diangkat. Ia menyinggung bagaimana poster film horor kerap menampilkan sosok setan, rumah kosong, atau potongan tubuh sebagai daya tarik utama. Meski demikian, ia mengungkapkan upaya melakukan pendekatan berbeda dalam film terbarunya yang tengah diproduksi berjudul “Kolong Mayit”, dengan menampilkan karakter pocong yang lebih agresif dan tidak lagi digambarkan secara konvensional.

Pandangan lain datang dari Agus Riyanto yang menilai bahwa sutradara kerap berada di antara idealisme dan kebijakan produser terkait aspek komersial film. Ia menyebut bahwa strategi kreatif kerap dilakukan melalui pengolahan properti atau visual tertentu agar film tetap memiliki daya jual tanpa sepenuhnya mengorbankan cerita. Diskusi ini pun menyimpulkan bahwa meski dalam sepuluh tahun ke depan film horor Indonesia kemungkinan masih akan berkutat pada mitos dan legenda, perubahan tetap terjadi melalui revolusi kecil yang perlahan memperkaya bentuk dan pendekatannya.

Festival Film Horor direncanakan akan digelar secara rutin setiap bulan, dengan sistem penilaian terhadap film-film horor yang tayang pada bulan sebelumnya oleh para juri. Harapannya, ffhoror dapat berkembang menjadi ruang evaluasi sekaligus rujukan penting bagi insan perfilman Indonesia, khususnya di genre horor, agar terus bertumbuh secara kualitas dan relevansi di tengah minat penonton yang tak pernah surut. XPOSEINDONESIA/IHSAN

Must Read

Related Articles