Selasa, November 25, 2025

“Agak Laen: Menyala Pantiku!” — Ketika Empat Detektif Culun Menyalakan Tawa dan Harapan

“Agak Laen: Menyala Pantiku!” datang sebagai kejutan yang menyenangkan di ujung 2025. Film terbaru garapan Muhadkly Acho ini kembali mempertemukan empat komika yang sudah menjadi identitas kekuatan merek Agak Laen: Bene Dion, Boris Bokir, Indra Jegel, dan Oki Rengga. Tetapi alih-alih mengulang formula rumah hantu seperti film pendahulunya yang meledak hingga jutaan penonton, mereka justru melemparkan diri ke ruang yang sama sekali berbeda—sebuah panti jompo penuh rahasia, nostalgia, dan manusia-manusia sepuh yang tak kalah menyala dari para komika itu sendiri.

Sejak menit awal, film ini menyuguhkan rona hangat dan sekaligus absurd. Bene, Boris, Jegel, dan Oki bertransformasi menjadi detektif amatir yang dikirim untuk mengejar tersangka pembunuhan anak wali kota. Namun misi ini menempatkan mereka di tempat paling “tak terduga” untuk sebuah pengejaran kriminal: panti jompo. Di balik dinding tua dan langkah-langkah perlahan para lansia, tersembunyi misteri tentang sebuah brankas yang menjadi kunci penyelesaian kasus. Tetapi seperti biasa, empat sahabat ini lebih sering membawa kekacauan daripada solusi.

Yang membuat film ini hidup bukan hanya tawa yang berserakan di tiap adegan, tetapi interaksi intim antara komika dan para penghuni panti. Lansia di sini bukan figuran, melainkan sumber cerita yang menghadirkan kehangatan. Ada nostalgia, ada kisah masa muda yang belum selesai, ada rahasia yang menunggu untuk diungkap. Adegan-adegan komedi yang timbul justru terasa lebih tulus karena dibungkus empati—bukan ejekan. Bahkan Oki pernah menyebut ada sebuah “adegan emas” yang membuatnya pribadi tersentuh, dan ketika adegan itu muncul di layar, penonton akan tahu persis apa yang ia maksudkan.

Acho, lewat gaya penceritaannya, memperlakukan ruang panti jompo sebagai tempat penuh kemungkinan. Tempat yang selama ini diidentikkan dengan kesepian justru dihidupkan jadi arena komedi, misteri, dan renungan kecil tentang hidup. Di tangan produser Ernest Prakasa dan Dipa Andika, film ini dirancang tidak sekadar memancing tawa tetapi juga memberikan makna—bahwa tua bukan berarti selesai, dan persahabatan bukan soal usia.

Dari sisi artistik, “Menyala Pantiku!” terasa lebih liar dibanding film pertama—komedinya lebih berani, ritme misterinya lebih digali, dan chemistry empat komika ini semakin matang. Mereka sudah bekerja begitu lama bersama hingga timing komedinya seolah alami, tak dibuat-buat. Kehadiran Tissa Biani, Jajang C. Noer, Jarwo Kwat, dan beberapa wajah baru turut memberi warna, menambah lapisan dramatis tanpa mengganggu dinamika utama.

Lalu bagaimana peluang film ini di pasaran? Secara realistis, “Agak Laen: Menyala Pantiku!” punya bekal yang sangat kuat untuk kembali menjadi magnet box office. Basis penggemar film pertama sangat besar; ekspektasi publik tinggi; dan momentum rilis akhir tahun cenderung menguntungkan. Tema panti jompo yang penuh kehangatan juga bisa memperluas segmen penonton—dari anak muda hingga keluarga. Yang mungkin menjadi tantangan hanyalah perbandingan tak terelakkan dengan film pertama. Namun justru karena film ini memilih jalur berbeda, ia berpeluang memikat penonton dengan kejutan baru. Tidak menutup kemungkinan ia kembali menembus jutaan penonton, meski mungkin tidak seekstrem fenomena pertama.

“Agak Laen: Menyala Pantiku!” adalah film yang menyala bukan hanya karena komedinya, tetapi juga karena hatinya. Ia mengajak penonton tertawa, tetapi juga mengingatkan bahwa hidup—meski sering kacau, culun, dan tidak ideal—tetap layak dirayakan bersama orang-orang yang kita sayangi. Dengan formula baru yang lebih matang dan karakter yang makin padu, film ini sangat mungkin menjadi salah satu komedi paling berkesan di penghujung 2025.

Must Read

Related Articles