Festival musik tahunan Pestapora 2025 yang berlangsung di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 5–7 September, mendadak diwarnai kontroversi setelah keterlibatan PT Freeport Indonesia (PTFI) sebagai sponsor memicu gelombang protes dari sejumlah musisi.
Pada Sabtu, 6 September 2025, pihak penyelenggara resmi mengumumkan pemutusan kerja sama dengan Freeport.
“Per hari ini, Sabtu tanggal 6 September 2025, Pestapora telah memutus kerja sama dengan PT Freeport Indonesia,” demikian pernyataan yang dirilis melalui akun Instagram resmi festival.
Meski demikian, keputusan itu tidak menghentikan aksi protes. Sejumlah musisi yang sebelumnya dijadwalkan tampil tetap memilih mundur, di antaranya Feast, Hindia, Bilal Indrajaya, Petra Sihombing, Sukatani, Leipzig, dan Rebellion Rose.
Dalam pernyataannya di Instagram, Feast dan Hindia menulis:
“Jelas kami patah hati dan marah. Kami memutuskan untuk mundur dari Pestapora 2025. Mohon maaf untuk seluruh kawan-kawan yang menunggu penampilan kami… ini yang bisa kami lakukan untuk menjaga hal-hal yang kami bicarakan dan percayai.”
Aksi Alternatif Musisi
Tidak semua musisi memilih mundur. Yacko, misalnya, tetap tampil di panggung hip-hop namun menyatakan menyumbangkan 100 persen bayarannya kepada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
“Izinkan saya untuk tetap menggunakan platform saya untuk bersuara. 100 persen fee yang saya terima telah saya donasikan ke WALHI,” tulisnya.
Band surf-rock The Panturas juga mengumumkan bahwa hasil penjualan suvenir mereka di Pestapora akan sepenuhnya disalurkan ke WALHI.
Sementara itu, meski membatalkan penampilan resmi, Rebellion Rose tetap hadir di lokasi festival dan menggelar set akustik di luar panggung untuk menyapa penggemar.
Kronologi Versi Freeport
Keterlibatan Freeport terungkap pada hari pertama, Jumat (5/9), melalui pawai perwakilan perusahaan yang menampilkan marching band serta spanduk bertuliskan “Tembaga ikutan berpestapora.”
Dalam penjelasan resminya, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengatakan kerja sama tersebut awalnya merupakan inisiatif IDN Media sebagai penyelenggara. Tujuannya, menurut dia, adalah menghadirkan pesan edukasi tentang manfaat tembaga dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, materi promosi itu segera menuai kritik di media sosial dan dikaitkan dengan isu lingkungan serta sosial di Papua, bahkan memicu merebaknya tagar sensitif seperti #FreeWestPapua.
“Mempertimbangkan potensi dampak dari situasi ini, Freeport menarik diri dari Pestapora 2025, sekaligus menarik semua materi komunikasi dan branding,” ujar Tony Wenas.
Ia menambahkan, pernyataan yang dikeluarkan penyelenggara di Instagram tidak sesuai fakta karena Freeport justru lebih dulu menyatakan penarikan diri.
“Freeport berkomitmen terhadap keberlanjutan dan pembangunan sosial. Kami ingin mendukung industri kreatif anak muda, tetapi tetap menghargai perbedaan pandangan yang ada,” jelasnya.
Polemik yang Membelah Publik
Kontroversi sponsor ini membuat publik terbelah. Sebagian penonton mendukung keputusan musisi yang mundur sebagai bentuk sikap moral, sementara yang lain menyesalkan absennya penampil yang sudah ditunggu.
Meski dihantui polemik, Pestapora 2025 tetap berlangsung selama tiga hari dengan ratusan penampil lintas genre. Namun, tahun ini festival tersebut akan selalu dikenang bukan hanya karena musiknya, tetapi juga karena perdebatan besar soal siapa yang berdiri di balik panggung.
Pada akhirnya, publik pun dibuat bertanya-tanya: ada apa sebenarnya di balik hiruk-pikuk Pestapora 2025 ini? Apakah ada agenda yang lebih besar dari sekadar sebuah festival musik? Dan mungkinkah panggung yang mestinya menjadi arena ekspresi generasi muda justru sedang dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan yang lebih luas? XPOSEINDONESIA-NS & DM Foto : Muhamad Ihsan