Musisi senior sekaligus pakar hukum musik, Candra Darusman, menekankan pentingnya forum terbuka untuk meredakan keresahan soal royalti.
“Harapannya, industri musik bisa kembali ke rel yang benar, membesarkan kue royalti, dan membaginya secara adil serta amanah,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pengumpulan royalti bukan sekadar urusan bisnis, melainkan upaya bermartabat untuk melindungi profesi pencipta lagu.
Menurutnya, kolaborasi lintas sektor—musisi, pelaku usaha, media, hingga pemerintah—harus berjalan dengan transparansi dan akuntabilitas. “Kita semua sedang berlayar dalam kapal induk besar milik bersama,” pesannya.
Keresahan publik sendiri kian terasa, mulai dari kafe, hotel, hingga perusahaan otobus. Banyak pengelola tempat usaha memilih tidak lagi memutar lagu, karena takut terkena kewajiban bayar.
Ada pula yang memilih cara unik—sebuah hotel di Tegal misalnya, mengganti musik dengan rekaman suara burung dari pasar.
Cerita-cerita semacam ini mencerminkan kebingungan yang meluas terkait apa yang diwajibkan oleh Undang-Undang Hak Cipta (UUHC), bagaimana mekanisme royalti berjalan, serta apa peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Menjawab keresahan itu, sebuah diskusi publik bertajuk “Isu Royalti Terkini & ke Depan” akan digelar pada Rabu, 27 Agustus 2025, pukul 14.00–17.00 WIB di Balai Sarwono, Kemang.
Forum ini mempertemukan musisi, pelaku usaha, hingga media untuk duduk bersama membicarakan duduk persoalan.
Selain Candra Darusman (Pusat Studi Ekosistem Musik, Mantan Pengawas LMKN, Ketua AMI Awards, Praktisi Musik), hadir pula Yuno Abeta Lahay dari PHRI, serta praktisi komunikasi Markus Rozano Antar Prasetyo (Kepra).
Diskusi akan dipandu oleh Pemimpin Redaksi Indonews.id, Asri Hadi, dan menghadirkan musisi Sandy Canester sebagai bintang tamu.
Sosialisasi Kurang Jelas
Kepra menilai keruwetan ini muncul karena sosialisasi yang kurang jelas.
“Awalnya hanya soal izin dan fee komposer untuk lagu di konser. Tapi sekarang publik dibombardir isu tumpang tindih. Bahkan kasus Mie Gacoan versus LMK dianggap sama dengan performing right. Padahal jelas berbeda,” ujarnya.
Kepra menambahkan, pendekatan yang dulu persuasif kini banyak berubah menjadi jalur hukum, yang justru memicu resistensi.
“Royalti adalah keniscayaan bagi penulis lagu. Tapi LMK juga harus berbenah agar kepercayaan publik dan pelaku usaha tumbuh,” tegasnya.
Moderator Asri Hadi berharap forum ini bisa jadi ruang terbuka yang sehat. “Banyak tempat usaha diminta membayar royalti dan menimbulkan pro-kontra. Karena itu, diskusi ini penting agar masyarakat tahu duduk persoalan yang sebenarnya,” katanya.
Acara ini digagas oleh Omen, Rio Sarwono, Asri Hadi, Ippie, dan Indonews.id. “Diskusi terbuka untuk umum, gratis, dan kami menyediakan coffee break,” undang Omen.
Diskusi ini diharapkan mampu mengurai kebingungan publik. Lebih dari itu, menjadi titik balik untuk menghadirkan sistem royalti musik yang adil, transparan, dan mampu menumbuhkan industri tanpa menambah keresahan. XPOSEINDONESIA/NS Foto : Dokumentasi