Perancang tenun dan songket, Anna Mariana bersama sang suami Tjokorda Ngurah Agung Kusumayudha, SH, MS, MSc, menerima kunjungan Pelaksana Tugas (Plt) DKI Jakarta Soni Soemarsono di dua lokasi binaan tenun dan songket yang mereka di Bali, 12 April 2017. “Hari ini, Pak Gubernur sudah berkunjung ke Putri Ayu dan Mengah Agung, ini merupakan dua dari 64 lokasi binaan yang kami miliki di Bali. Pilihan pada ini hanya karena alasan kepraktisan, mengingat durasi waktu Pak Gubernur yang pendek, kami pilih lokasi yang tidak memakan lama untuk perjalanan, “ujar Anna Mariana, di kawasan Sukawati, Kabupaten Gianyar Bali.
Kunjangan Soni Sumarsono ini memang diagendakan di sela-sela jadwal rapat kerjanya dengan para walikota se DKI di Bali. “Pak Sumarsono mampir untuk melihat proses pembuatan tenun dan songket Betawi yang sudah kita kerjakan sejak Desember tahun lalu. Pekerjaan menenun ini tidak bisa dilakukan cepat-cepat, karena ini hand made, semua dikerjakan dengan tangan!” ujar Anna Mariana. “Target kami pada saat ulang tahun Jakarta di bulan Juni, pada saat Jakarta berulang tahun karya yang menyangkut tenun Betawi sudah bisa kita selesaikan!” tambah Anna.
Dalam pidato sambutannya, Sumarsono menyebut cukup puas melihat hasil tenun dan songket yang sudah dikerjakan oleh penenun binaan Anna Mariana. Meski mengaku bukan seniman, Sumarsono memberi usul untuk bisa dibuatkan ragam design yang lebih banyak untuk tenun Betawi.
“Kalau bisa, tolong dibuatkan kain tenun dengan design hanya satu icon Betawi saja. Misalnya hanya ada kepala Ondel-ondel saja, atau hanya ornamen Gigi Balang saja. Namun design itu dibuat untuk penuh dalam satu kain!” ujar Sumarsono
Lebih lanjut, Sumarsono memaparkan ide cemerlang yakni membuat design baru untuk kain Betawi, yakni kain akulturasi. Untuk tahap awal ia terpikir memadukan design Bali dan Betawi dalam satu kain. Sumarsono sendiri mengaku sudah membicarakan hal ini kepada Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika.
“Saya namakan kain Babe, yakni singkatan dari Bali dan Betawi. Betawi sendiri sebelum ini sudah punya batik. Dan batik yang lama akan tetap dan terus ada. Mutunya kita coba tingkatkan lagi!” ungkap Sumarsono. “Saya akan buat langsung Pergub kain Babe besok pagi!” tambahnya bersemangat,
Dalam soal design Babe, Sumarsono menyebut sepenuhnya diserahkan kepada seniman binaan Anna dan Tjokorda. “Penerbitan Perpu Gubernur ini sekaligus untuk menegaskan budaya Betawi itu yang sangat open. Dari dulu budaya Betawi tumbuh dan berkembang dari akulturasi antara Cina, India, Arab, Melayu dan lain-lain!” Jadi Betawi asli sebenarnya tidak ada. Adanya akulturasi.”
Sumarsono lebih lanjut menyebut ada dua kelebihan, jika kain Babe jadi direalisasikan. Menurutnya, di dalam karya ini, ada perpaduan lintas suku antara Bali dan Betawi, juga lintas agama antara Islam dan Hindu. “Ini akan memberikan khasanah pluralisme Jakarta dan memperkuat NKRI!”
Sumarsono menyebut ide pembuatan kain Babe yang sangat fresh ini, muncul karena kebutuhan. “Idenya sendiri terpancing karena persoalan politik di Jakarta. Setelah ada beragam kegiatan di Jakarta, semacam Pilkada kan suasana Jakarta jadi panas. Dari Pilkada itu muncul berbagai provokasi, sektarian, dan agama selalu jadi persoalan. Dan perkembangan ini berbahaya. Karena itu kita perkuat pluralism, sampai ke kain pun juga harus pluralism.”
Dalam bayangan Sumarsono, produk seri Babe bisa diproduksi dalam beragam kualitas, dari premium hingga sedang. Design ini pun nantinya bisa ditempatkan pada media yang beragam bahkan bisa sampai ke merchandaise . “Nantinya bisa dijajakan di Betawi Store yang diletakan di berbagai tempat,” ia melanjutkan ide.
Sementara untuk anggaran, menurut Sumarsono bisa diprogramkan dari APBD. “Jadi anggaran (yang digunakan) kesannya bukan hanya untuk hura hura dan rapat rapat saja, tetapi ada produk yang jelas dan kongkrit, termasuk untuk peningatan skill dan training,” kata Sumarsono. Ia lantas menyebut Bamus Betawi akan mengawal kegiatan ini dan merumuskan kain Babe dengan lebih detail. “Ke depan, akan ada (mitra binaan dan pelatihan) seperti ini di Jakarta. Sekaligus menjadi laboratorium kain tenun di sana. Bu Anna yang akan kembangkan, dan kita akan back up!”
Ketua Bamus Zainuddin yang hadir dalam acara itu mengaku kagum dan menyambut baik ide Sumarsono yang mendadak namun cemerlang. “Bamus Betawi menangkap ini sebagai sebuah pikiran yang sangat luar biasa, di dalam prespektif nasional bangsa kita. Ada lintas Budaya, lintas agama, lintas etnik. Babe in sha Allah akan menjadi budaya mercusuara di negara yang kita cintai.”
Sedangkan Anna Mariana sendiri dengan bangga menyambut ide Sumarsono. “Kain tejun dan songket Babe akan berkembang besar. Saya akan gerakan pengrajin binaaan saya untuk mensupport ide ini. Nanti kain ini bisa dikembangkan dan dipassarkan di Jakarta dan juga di Bali
Anna merasa surat peraturan Gubernur untuk Kain Babe ini akan menjadi lampiran untuk karya tenun yang sedang didaftarkan ke UNESCO. Anna memang berjuang mendaftarkan tenun dan songket untuk memiliki pengakuan yang sama seperti Batik yang secara resmi diakui UNESCO dengan dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity).
Anna Mariana Konsentrasi ke Pembinaan & Pengembangan
Anna Mariana yang lebih dari 30 tahun bergelut dengan tenun dan songket ini memang semakin bersungguh-sunguh melakukan pembinaan dan pelatihan pada kaum muda. Ia mengambil anak asuh untuk kegiatan menenun dari beragam tempat. Termasuk juga dari anak-anak pesantren. “Saya melatih dan menyediakan bahan untuk mereka, agar mereka tidak hanya piawai mengaji tapi juga menguasai tenun dan songket dan menjadikan sebagai sandaran penghasilan. Hasil karya anak didik ini kan saya beli lagi!” katanya bersemangat. Pendidikan dan pelatihan tenun sendiri bisa berlangsung sepanjang 3- 4 bulan. Mereka diajarkan teori juga praktek. Tiori sendiri menyangkut pengenalan alat tenun hingga pengenalan dan pemahaman soal pewarnaan benang.
“Mereka wajib tahu, bahan-bahan yang digunakan untuk pewarna benang dan juga prosesnya. Kami selalu menggunakan bahan alami, seperti dari akar, daun-daunan, rempah-rempah dan lain-lain!” ungkap Anna di tengah anak-anak binaannya saat menyambut Sumarsono . “Jika anak yang kami didik masih awam dengan kegiatan menenun, biasanya proses mengajar tiori dan praktek akan lebih lama. Bisa enam bulan,” ungkap Anna.
Anna Mariana bersama sang suami memang punya komitmet kuat untuk terus mencintai sekaligus dan menjaga kelestarian tenun dan songket. Ia menyebut para anak muda wajib mengetahui dan paham tentang tenun dan songket. Terlebih dengan banjirnya produk luar negeri bermerk Internasioal yang masuk ke Indonesia. “Kita wajib mencintai produk asli milik bangsa sendiri. Kalau bukan anak muda yang mencintai karya asli milik bangsanya sendiri, siapa lagi yang bisa melestarikan tenun, terlebih jika para senior nantinya sudah tidak ada lagi!’ ujar Anna
Menurut Anna, orang luar negeri justru sangat mengapresiasi tenun dan songket, karena prosesnya yang hand made. Orang di luar negeri sudah meninggalkan proses pembuatan fashion dengan cara menenun dengan menggunakan benang dan alat kayu . “Karena itulah, orang asing melihat karya tenun dan songket sebagai karya yang sangat menakjubkan. Nah, masak kita malah mengabaikannya,” ungkap Anna.