Meski pasaran rekaman album secara fisik makin melemah, meski jumlah pendengar musik rock progresif “dianggap” sempit dan tidak pernah melebar, kondisi berat yang tengah terjadi di industri rekaman musik Indonesia itu, tidak menyurutkan niat Band Montecristo untuk merilis album baru.
Band rock progresif asal Jakarta yang terdiri Eric Martoyo (lead vocal), Rustam Effendy (guitar), Fadhil Indra (piano, keyboard, vocals), Haposan Pangaribuan (bass), Alvin Anggakusuma (guitars, backing vocals), Keda Panjaitan (drums) masih sangat yakni, album rekaman fisik tetap punya penggemar. Karena itu mereka resmi merilis album kedua bertajuk “A Deep Sleep “lewat jalur distribusi Demajors. Sebelumnya, pada 2010 band ini meluncurkan album debut bertajuk “Celebration of Birth”.
Eric sang vokalis yang sekaligus bertugas sebagai penulis lirik dalam jumpa pers di Hard Rock Café, Jakarta Rabu (7/12),menjelaskan, Montecristo sengaja mengambil judul album pertama dan kedua tentang perjalanan hidup manusia. Di album pertama “Celebration of Birth”, bercerita tentang kelahiran, sementara “A Deep Sleep” berkisah tentang kematian. Rangkaian lagu dalam kedua album itu menurut Eric, “bercerita tentang fase di antara kedua titik tersebut: kehidupan. Hanya satu kata, tapi berisi proses yang menurut Eric tak pernah sederhana. Ada kemanusiaan, pertemanan, perasaan berdosa, dan lain sebagainya.”
“A Deep Sleep” sendiri memuat sepuluh karya rock progresif dengan pola penulisan lirik yang gaya bercerita. Dengar pada nomor pembuka bertajuk “Alexander”, berkisah tentang Alexander Agung, komandan perang yang hidup di 350 tahun sebelum Masehi. Eric mengaku menulis lagu itu saat tur napak tilas jejak sisa peninggalan Alexander Agung dari Kairo menuju Alexandria. Dalam perjalanan itu ia melewati padang pasir dan pemandangan indah lainnya.
“Saya suka membaca karya sastra, seperti karya WS Rendra, Emha Ainun Najib, Pramoedya Ananta Toer, Putu Wijaya, Kahlil Gibran, dan lain. Tapi mungkin saya tidak ditakdirkan menjadi penulis, sementara ini menulis lirik saja,” ujarnya, terkekeh. Sementara sembilan komposisi lagu lain yang juga terdengar “mewah” tercatat diberi judul dan kisah menawan antara lain; “Mother Nature”, “The Man In A Wheelchair”, “Simple Truth”, “Ballerina”, “A Deep Sleep”, “A Blessing or A Curse?”, “Point Zero”, “Rendezvous”, dan “Nanggroe” (“Biar Mereka Tentukan Sendiri” ciptaan Fadhil Indra).
Menurut Eric Martoyo gaya penulisan lirik Montecristo pada akhirnya terpengaruh karena kegemarannya akan dunia sastra. “Kami mempertahankan formula rock yang bertutur. Lewat lirik, kami menyampaikan cerita dan membawa pesan sekaligus mengajak pendengar berkontemplasi. Kami percaya musik adalah kendaraan yang tepat untuk itu,” jelas Eric.
Eric jujur mengaku bisa menggarap lirik, karena kebetulan ia sering traveling dan menggunakan pesawat sepanjang 13 – 18 jam. Karena itu lirik lagu dialbum ini diciptakannya saat ia di Alexandria, Chicago, Budapest, Wina, Las Vegas, hingga Narita. “Ketika dalam perjalanan, saat penumpang lain tidur, justru itu merupakan waktu yang tepat untuk saya menulis. Karena saya sedang tidak bisa dikontak siapapun,” jelas Eric.
Namun Fadil menyelak keterangan Eric, “Sebetulan itu bisa terjadi karena tidak sengaja, karena gue sering nagih lirik terus. Kebetulan, waktu yang ada pas di pesawat. jadi secara value, lirik dibikin di pesawat terbang juga jadi terdengar jadi keren,” ujar Fadil disambut gelak personel lain.
Proses mastering album “A Deep Sleep” dilakukan di Studios 301 Sydney, Australia. Ini terjadi lantaran di Indonesia masih sulit menemukan mastering studio yang bagus. “Talenta untuk mengerjakan mastering banyak, tapi hardware dan sofwarenya kurang. Di sana, hasil masteringnya kalau didengarin dengan speaker bagus pasti akan bagus. Kalau didengar dengan speaker busuk pun, musiknya masih bisa didengar enak!” ujar Eric
Album ini juga menjadi bentuk penghormatan Montecristo kepada mendiang Andy Julias (pendiri Indonesia Progressive Society) yang wafat Februari lalu karena penyankit jantung. “Andy orang baik. Banyak yang telah ia lakukan untuk musik progresif. Musik ini kan sulit dimasyarakatkan. Dia sangat militan, pernah beberapa kali mengadakan festival rock. Kami dedikasikan album ini untuknya. Untungnya Andy sudah pernah mendengar demo kami saat masih proses produksi,” katanya.
Fisik album “A Deep Sleep” sendiri dikemas apik. Bersampul kartun tebal, dengan design sederhana, namun “berkelas” mewah dan eksklusif. Terlihat hanya ada warna hitam, diselingi merah dan putih (untuk teks). Foto para personil, hanya sekali dipajang di halaman tengah. Selebihnya lirik disandingkan dengan foto ilustrasi yang dikerjakan photografer terkenal Indonesia maupun dibeli dari Shutterstock.
Album ini telah disebarkan di pulau Jawa dan kota-kota besar lainnya. Eric menuturkan, sekitar 1,5 bulan ke depan, album yang dijaja Rp 90.000 perkeping ini akan masuk ke ranah penjualan digital melalui iTunes, Spotify, dan 300 toko digital lain di dunia. “Target kami bisa terjual satu juta copy! tutur Eric. “XPOSEINDONESIA/Nini Sunny Foto Muhamad Ihsan