
Pademi Covid 19 cukup telak memukul industri perfilman Indonesia. Sampai mendekati akhir Juni 2020, atau semingu pasca Pembatasan Skala Besar Bersyarat (PSBB) yang diberlakukan Pemerintah, perlahan-lahan dilepas belum ada kepastian tentang kapan layar bioskop dibuka kembali dan boleh menerima penonton.
Direktur CGV Cinema Dian Sunardi Munaf mengatakan, CGV akan dibuka lagi mengikuti prosedur dari pemerintah.
Sementara itu, pihaknya masih menyiapkan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk mau datang lagi ke CGV
Menurut Dian, dalam konsep new normal tidak mungkin bioskop mengisi 100 persen dari kapasitas kursi yang tersedia. Sementara itu jadwal jam pertujukan film pun, pada tahap awal kemungkinan besar masih akan dibatasi. Begitupun dengan jumlah staff yang bertugas.
“Sekarang ini, bagi bioskop yang penting memberi kepercayaan akan adanya rasa aman dan nyaman kepada pencinta film, agar mereka mau datang kembali ke bioskop.”
Dian juga belum bisa merinci, berapa harga tiket akan dijual. “Ini sangat dinamis. Tergantung banyak dan sedikitnya penonton atau content film. Sampai saat ini, belum ada line up film impor maupun film nasional yang akan diputar. Kalau pun nantinya kami belum mendapat film baru, sangat mungkin kami akan menayangkan ulang film yang pernah diputar, dengan harga tiket yang disesuaikan,” kata Dian
Pernyataan Dian Sunardi Munaf ini keluar dalam Webinar Sinergi DFI Forum 2020 yang diprakarsai Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Webinar bertajuk “Mensiasati Promosi Film Nasional Saat Era New Normal” ini menghadirkan sejumlah narasumber lain, di antaranya Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Ahmad Mahendra, Aktris Senior Niniek L Karim, Publisis, Marketing Film Agency Aris Muda, juga Produser dan Ketua Umum Parfi56 Marcella Zalianty.
Wajib Ikut Protokol Kesehatan
Kondisi pasca pandemi memang masih sulit. Ini diakui oleh Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Ahmad Mahendra. “Namun industri perfilman Indonesia tetap harus bangkit lagi, apalagi kini sudah memasuki masa New Normal,” kata Mahendra.
Lebih lanjut Mahendra menyatakan, ijin untuk melakukan kegiatan syuting sudah diatur dengan catatan tetap wajib mengikuti protokol kesehatan.
Pemerintah dalam hal ini Kemendimbud, Kemenparekraf, Kemenkes dan Kemendagri juga sudah menyusun surat keputusan bersama (SKB) untuk mengijinkan industri perfilman kembali beroperasi di era new normal.
“SKB tentang ini siap diluncurkan dan akan disosialisasikan ke Pemda. Kalau nanti ada yang syuting di daerah, mohon jangan dioyak oyak. Namun ijin syuting tetap ada di Pemda. Kalau Pemda belum mengijinkan, ya jangan syuting. Ini juga kan untuk kepentingan bersama. Sama dengan bidang lainnya, pihak ekshibitor (bioskop) juga menunggu aturan yang dibuat oleh pemerintah,” ujar Mahendra
Influencer : Promosi Kenormalan Baru
Untuk mengembalikan minat penonton ke bioskop, menurut Marcella Zalianti, perlu dilakukan promosi secara bersama-sama seluruh stakeholder perfilman dan pemerintah.
“Insan perfilman dan kreatif harus memutar otak agar industri perfilman tetap berjalan. Kita perlu menjaga ekosistem perfilman dengan konsep gotong-royong. Dukungan pemerintah sangat diperlukan,” ucap Marcella yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Parfi 56.
Marcella yang juga menjadi pengelola bioskop rakyat Indiskop menyebut berdasarkan pengalamannnya, tidak ada pakem yang pasti tentang besaran budget untuk mempromosi sebuah film.
“Ini sangat tergantung pada strategi dan positioning dari setiap film. Bisa sama besar dengan biaya produksi, atau lebih besar dari itu. Namun yang pasti, biaya promosi ini bisa didapat dari kerja sama dengan brand tertentu.”
Sementara itu, Publisis, Marketing Film Agency Aris Muda, menyebut pada tahun 2020 jaringan bioskop Indonesia pernah memasang target 60 juta penonton dalam kurun waktu satu tahun.
“Dengan kondisi pandemi begini, target mungkin akan diturunkan. Bisa dapat 50 juta penonton seperti tahun lalu pun mungkin tidak bisa dikejar. Beberapa produser mengatakan, tidak usah kejar target, bisa survive saja sudah Alhamdulillah. Tapi tentu, kita tetap harus bangkit lagi.” ungkap Aris.
Untuk menghadapi masa kenormalan baru, menurut Aris, kegiatan promosi penting diarahkan kepada kegiatan online melalui influencer marketing. Ini bisa menjadi focus baru bagi production house (PH) dalam menjalankan strategi marketing sekaligus mengejar target penontonnya.
Penggunaan influencer sebagai bagian dari kampanye film dinilai Aris sangat strategis. “Sekadar ilustrasi, saya pernah menggunakan 50 mikro influencer dan 20 makro influencer. Belanja budget itu kurang lebih sepertempat dari total budget yang dianggarkan untuk promotion dan advertising,” lanjut Aris lagi.
Aris menilai, penggunaan influencer dalam mempromosikan sebuah film juga sangat efektif. Karena kegiatan mereka sangat terukur. “Kita bisa lihat berapa view, berapa impressions, berapa engagement-ya. Itu semua sudah menjadi report kita untuk ke PH.
Menurut Aris, dengan menggunakan influencer yang punya ribuan bahkan jutaan follower, mereka bisa mendatangkan banyak penggemar.
Mungkin bisa jadi akan ada sekitar 1000 orang berkumpul, bahkan ada yang memecahan kaca bioskop segala. Tapi apakah mereka masuk ke dalam bioskop dan membeli tiket, ya belum tentu.
“Bahwa jumlah yang hadir akan equivalent dengan jumlah penjualan tiket, memang masih tanda tanya besar. Tapi kegiatan itu bisa terukur dari view, impressions, dan engagement-nya,” ungkap Aris
Sementara itu, perancang grafis poster film Thovfa Endone mengusulkan, “Sepertinya kita memerlukan sudut pandang baru dalam mempromosikan sebuah film dan menarik penonton datang ke bioskop,” kata Thovfa Endone,
Dalam pengamatan Thovfa, sejak setahun terakhir ini, banyak menjamur akun film di social media. “Kalau mereka terlalu aktif memposting testimoni tentang film karya mereka, saya lihat kok malah penjualan tiketnya tersendat,”ungkap peraih Best Movie Poster lewat poster film “Comic 8” (2016), “Cek Toko Sebelah” (2017), dan Jailangkung (2018) di ajang Indonesia Box Office Movie Award
Semetara film film yang jalannya bagus, kata Thovfa, justru tidak sempat memposting testimoni, baik dari selebgram, influencer, youtuber dan lain lain. “Mereka lebih sibuk untuk me-repost mention yang masuk ke mereka dari para netizen yang organik,”
Posting yang membanjir dari youtuber, influencer, selegram itu pada akhirnya diharapkan, “bukan hanya sekadar di noticed via sosial media dengan viewer trailer film menyentuh angka 2-3 juta, tapi juga bisa membuat tiket film laku terjual.” kata peraih Best Album Design AMI Award 2005 lewat album Peterpan berjudul “Bintang Di Surga” XPOSEINDONESIA/NS Foto; dokumentasi
More Pictures