Senin, Agustus 25, 2025

Press Briefing Online SDO 2025: Kabupaten Bergerak Menuju Masa Depan Lestari & Berdaya

Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) bersama Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menggelar Press Briefing Online (25/08/2025) sebagai rangkaian menuju pelaksanaan Sustainable District Outlook (SDO) 2025. Forum ini menjadi bagian penting dari APKASI Otonomi Expo 2025, dengan mengusung tema besar “Kabupaten Bergerak Menuju Masa Depan Lestari & Berdaya.”

Acara ini menghadirkan sejumlah perwakilan dari berbagai pihak yang menjadi mitra kunci dalam transformasi kabupaten lestari. Hadir Afit Lamakarate (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi), Sarman Simanjorang (Pemkab Sigi), Noverian (Java Kirana), Putri Istanti (LTKL), serta dua perwakilan Humas APKASI, Rudi dan Mirza Fichri. Jalannya acara dipandu oleh Indiana Bashita sebagai host yang menekankan pentingnya forum ini sebagai ruang bersama untuk menyatukan suara lokal dalam agenda keberlanjutan.

Dalam paparannya, Putri Istanti dari LTKL menegaskan bahwa SDO merupakan wadah yang lahir dari kebutuhan kabupaten untuk memperkuat arah pembangunan berkelanjutan. “SDO adalah ruang bagi suara lokal untuk tampil. Pemerintah daerah, komunitas, akademisi, hingga sektor swasta bisa menunjukkan inovasi yang dibangun dari tapak. Inovasi dari bawah inilah yang akan memperkuat kemandirian daerah sekaligus menjaga kelestarian ekosistem,” ujarnya.

Salah satu kabupaten yang mendapat sorotan khusus adalah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Dengan lebih dari 70 persen wilayahnya berupa kawasan hutan, Sigi memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Afit Lamakarate, arah pembangunan di Sigi kini difokuskan pada pendekatan ekonomi hijau yang lebih menguntungkan masyarakat ketimbang praktik ekonomi ekstraktif. “Kalau masyarakat menanam kopi, kakao, atau durian, hasilnya bisa langsung untuk kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak, dan kesejahteraan keluarga. Itu jauh lebih berkelanjutan dibanding tambang,” tegasnya.

Transformasi hijau di Sigi tidak hanya berhenti pada wacana, melainkan diwujudkan melalui langkah nyata. Di antaranya, lahirnya Perda Ekonomi Hijau yang memperkuat posisi kabupaten dalam menolak aktivitas pertambangan emas, pembentukan kemitraan multipihak yang melibatkan lebih dari 26 organisasi di sektor kebencanaan, kehutanan, UMKM, hingga pemberdayaan perempuan, serta penguatan UMKM dan koperasi lokal agar mampu menembus pasar premium. Selain itu, Pemkab Sigi juga terus mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia, baik aparatur maupun masyarakat, agar siap menghadapi tantangan krisis iklim.

Isu kopi menjadi salah satu bahasan penting dalam press briefing ini. Noverian dari Java Kirana menjelaskan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Pemkab Sigi dan LTKL untuk membangun ekosistem perdagangan kopi yang lebih adil. Dukungan yang diberikan mencakup peningkatan kontrol kualitas, memperluas akses pasar nasional, hingga menjalin kerja sama dengan kedai kopi di Jakarta yang kini menyajikan kopi Sigi sebagai menu utama. “Sigi punya cita rasa kopi yang unik dan termasuk yang terbaik di Indonesia. Tantangannya bukan mencari kopi enak, tapi mencari kopi dalam jumlah banyak agar pasokannya konsisten,” jelasnya.

Bu Ade Aryani, Direktur Eksekutif SCOPI (Sustainable Coffee Platform Indonesia), yang juga menjadi bagian dari diskusi, menambahkan bahwa organisasi mereka kini memiliki 56 anggota mulai dari trader, roastery, kelompok petani, hingga CSO. Misi utama SCOPI adalah mendorong kemitraan pemerintah-swasta untuk mendukung petani kopi, meningkatkan produktivitas, serta mengadvokasi kebijakan berkelanjutan. “Target kami adalah meningkatkan kesejahteraan 126.000 petani kopi Indonesia pada 2030 melalui praktik regenerative agriculture, agroforestri, dan penguatan literasi keuangan petani,” paparnya.

Sarman Simanjorang dari Pemkab Sigi menambahkan tantangan yang dihadapi masyarakat di wilayahnya tidak ringan. Sigi yang dilintasi sesar Palu-Koro menjadikannya rawan bencana gempa, longsor, dan banjir bandang. “Perubahan iklim membuat cuaca semakin sulit diprediksi. Kadang hujan berkepanjangan, kadang justru kekeringan. Kondisi ini menekan produktivitas petani, sehingga adaptasi menjadi kebutuhan mendesak,” ungkapnya. Karena itu, Pemkab Sigi bersama berbagai mitra terus menguatkan strategi adaptasi pertanian berkelanjutan dengan menggandeng BMKG, NGO, hingga lembaga pembangunan internasional.

Rangkaian SDO 2025 sendiri akan berpuncak dalam APKASI Otonomi Expo 2025 pada 28–30 Agustus di ICE BSD, Tangerang. Acara ini menghadirkan lebih dari 240 stan dari 150 kabupaten dengan menampilkan berbagai produk unggulan daerah. Rudi dan Mirza Fichri dari Humas APKASI menegaskan bahwa expo ini tidak hanya sekadar ajang pameran, melainkan juga platform kolaborasi global. Melalui business matching yang terkurasi, komoditas unggulan dari berbagai daerah akan diperkenalkan kepada buyer internasional, diaspora Indonesia, perwakilan kedutaan besar, hingga kamar dagang asing. “Misi kami adalah menjadikan produk lokal tidak hanya bertahan, tetapi mampu bersaing dan berdaya saing di pasar global,” ungkap Rudi.

Menutup sesi press briefing, Indiana Bashita menyampaikan kembali semangat yang diusung SDO 2025. Menurutnya, perubahan menuju kabupaten lestari memang tidak mudah, tetapi bukan hal yang mustahil. “Dengan gotong royong, inovasi lokal, dan dukungan multipihak, kabupaten bisa bergerak bersama menuju masa depan yang hijau, mandiri, dan berdaya,” pungkasnya. XPOSEINDONESIA/IHSAN

Must Read

Related Articles