
Innalillahi Wainna Illaihi Rojiun,
Telah berpulang ke Rahmatullah, Morenk Beladro, aka Ahmad Mauladi di RS Gading Pluit, Jakarta Senin (10/6/2019) Pukul 19.30 WIB. Jenazah almarhum diterbangkan ke Banda Aceh, Selasa 11/6/2019 pukul 07.00 WIB dari Bandara Soekarno Hatta. Saya bersedih… Terlebih tak bisa mengantarnya untuk terakhir kali.
Nama Morenk Beladro, aka Ahmad Mauladi pertama kali saya kenal dari Dudut Suhendra Putra. Dan Dudut meyakini saya, bahwa Morenk adalah seorang design grafis yang punya taste bagus, seusai ia mendisain buku acara Festival Film Indonesia 2014.
Saya segera setuju penilaian Dudut, Morenk memang punya garis design yang tegas sekaligus indah. Pilihan huruf dan permainan warna yang dipilihnya rancak, tidak pasaran.“Ia juga mendisain banyak kegiatan, termasuk logo Gusdurian,” kata Dudut meyakinkan saya.
Dudut pula yang kemudian bersikeras untuk mengajak Morenk menjadi penata grafis untuk buku yang sedang kami rancang waktu itu bertajuk “10 tahun Setelah Chrisye Pergi!” (Terbit 30 Maret 2016).
Saat kami pertama bertemu untuk membicarakan design buku tersebut, Morenk terlihat anthusias. “Soalnya, ini sehati. Saya pengagum Chrisye juga, kak” begitu katanya kepada saya. Pria Atjeh kelahiran 25 Maret 1975 ini memang memanggil saya dengan sebutan Kak
Rancangan sampul Buku Chrisye yang fotonya diambil oleh Indrawan Ibonk, Dudut dan Muhamad Ihsan, langsung disetujui digarap Morenk, Dengan judul “10 tahun Setelah Chrisye Pergi!” itu kami adaptasi dari lagu “After The Love has Gone” by Earth Wind and Fire. Tipografy untuk judul yang dibuat Morenk , hanya perlu revisi sekali oleh Bang Ferry Mursyidan Baldan, Produser Eksekutif untuk buku ini.
Seusai buku terbit, meski tanpa project khusus, secara pribadi, saya masih terus terhubung dengan Morenk. Terlebih, ia sedang gencar membangun resto bernama Cangkir Sembilan, yang menjaja Mie Aceh yang Otentik, dan bisa dipesan via gofood.
Namun saya lebih senang memesan langsung ke WA-nya, dengan tambahan permintaan. “Banyakin daging juga udangnya, dan tambahin bawang merahnya!” Dan ia menjawab permintaan rewel saya dengan gembira. “Siap kak. Untuk Kakak apapun bisa!”
Belakangan, dari akun Instagramnya saya lihat ia sering membuat posting dari Bali. Kemudian dari Instagram pula, saya tahu ia sakit dan dirawat di sana. Namun, di tengah masa sakit itu, ia masih memposting kerja kreatifnya dalam beberapa desain baju kaos untuk mendukung Jokowi. Saya, Dudut dan Ihsan memesan karyanya.
Ketika dipindahkan ke Jakarta, Morenk memposting sebuah gambar yang memperlihatkan jendela kamar di RS Medistra. Melihat itu, saya tanya apakah ia bisa dijenguk. Morenk menjawab: “Untuk kakak, jelas bisa! Jam 16.00 kak, sebelum saya dianastesi”
Bersama Ibonk dan Ihsan kami datang menjenguk. Dan merasa sangat sedih melihat kondisinya. Kami tak tega untuk minta foto bersama. “ada tumor Ameloblastoma yang menggerogoti mulutku!’ katanya bersemangat, meski susah untuk bicara.
Dokter yang melihat ia bersemangat bicara dengan kami, kemudian mengatakan, “ nah, begitu dong Pak Ahmad. Banyak cerita. Jangan suntuk dan patah semangat!”
Seusai pertemuan itu, kami tak saling berkabar secara langsung via WA. Saya sengaja karena khawatir mengganggu waktu istirahatnya. Tapi saya tetap mengamati juga mengomentari postingannya di twitter jdan Instagram. Postingan terakhir IG-nya per 1 Mei 2019 memperlihatkan pispot dengan tulisan “Salah satu teman terbaik yang selalu ada saat aku butuh, kukenal bbrp bulan ini.”
Hingga… hari itu 10/06 2019, dari WA Grup Forum Pewarta Film, Teguh Imam Suryadi mengabarkan kepergiannnya. Saya membaca posting itu sudah mendekati waktu tengah malam. Dan pukul 07.00 esok harinya ia diterbangkan ke Aceh untuk disemayamkan.