Wayang dapat menjadi tali persahabatan Indonesia dengan negara-negara lain yang memiliki hal serupa. Hal tersebut dikemukakan mantan Ketua Sekretariat Pewayangan Indonesia Solichin usai peluncuran buku “Gatra Wayang Indonesia”, Minggu (15/12)
Selain mempromosikan budaya nusantara, wayang disebutnya sebagai salah satu pilihan tepat untuk saling bekerjasama dan menciptakan perdamaian. “Kalau pakai budaya, lebih ‘soft’ daripada ekonomi, apalagi pertahanan atau politik yang penuh konflik,” kata Solichin lagi.
Mantan pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Pusat itu mengatakan salah satu contoh potensi wayang sebagai salah satu cara menjalin kerjasama internasional adalah lewat program Friendship Through Culture dengan negara lain yang memiliki budaya pewayangan.
“Semboyannya adalah saling melindungi dan menghormati. Kalau saling menghormati budaya, tidak akan ada pertentangan otomatis pertahanan akan bagus,” ujarnya.
Organisasi negara-negara yang memiliki wayang pun telah didirikan, yaitu Asean Puppetry Association (APA) atau Asosiasi Wayang Asean.
Wayang di Indonesia selalu mengikuti perkembangan zaman, termasuk dari segi bahasa yang kini tidak melulu menggunakan bahasa daerah.
Sifat pertunjukan wayang yang fleksibel memungkinkan kesenian yang mendapat anugerah World Heritage dari UNESCO itu dipentaskan dalam beragam interpretasi, seperti penggunaan bahasa lain seperti bahasa Indonesia atau Inggris.
Dengan cara itu, diharapkan wayang dapat menjangkau lebih banyak khalayak di dalam negeri maupun internasional.
Hal tersebut dikemukakan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar dalam sambutan peluncuran buku “Gatra Wayang Indonesia”,
“Cita-citanya wayang jadi opera kelas internasional,” kata Sapta. Dan ia menyebut wayang sebagai tuntunan sekaligus tontonan karena biasa mengisahkan cerita yang berisi pesan moral.
Sapta pun mengajak agar pertunjukan wayang mengangkat tema menarik bagi generasi muda.”Cari topik yang ‘seksi’ buat anak muda, biar nggak dianggap wayang cuma buat remaja kolot,” selorohnya. (Sumber ANTARA. Foto Akbar Nugroho Gumay)