Kementerian Hak Asasi Manusia menyoroti meningkatnya kasus perundungan yang kembali merebak di sejumlah sekolah. Direktorat Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM menegaskan bahwa perundungan tidak dapat lagi dipandang sebagai pelanggaran tata tertib semata, melainkan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berdampak serius pada keselamatan dan martabat anak.
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, menyampaikan bahwa masih banyak institusi pendidikan yang gagal memberikan ruang aman bagi anak. Ia menekankan bahwa setiap sekolah memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk mencegah, menangani, dan melaporkan setiap kasus kekerasan.
“Perundungan adalah pelanggaran HAM. Anak berhak merasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan,” katanya.
Munafrizal juga mengingatkan bahwa menutupi kasus perundungan merupakan bentuk kelalaian yang bertentangan dengan kewajiban perlindungan anak. Ia menegaskan perlunya deteksi dini, intervensi cepat, serta dukungan pemulihan bagi korban.
Selain itu, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM sedang mempercepat penguatan Sistem Nasional Pencegahan Perundungan (SNPP) berbasis HAM yang mencakup regulasi teknis, pelatihan pendidik, dan audit keamanan sekolah.
Sebagai langkah strategis, Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM menyampaikan bahwa institusinya akan melakukan:
- Review regulasi untuk memastikan negara tidak melakukan pembiaran terhadap berbagai bentuk kekerasan;
- Integrasi standar perlindungan anak dalam kebijakan pemajuan dan pelayanan HAM;
- Penyusunan pedoman pelaporan dan mekanisme pemulihan bagi korban perundungan;
- Kajian terhadap dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan anak;
- Penguatan kebijakan pendidikan aman sebagai bagian dari pemenuhan HAM;
- Integrasi isu perlindungan anak ke dalam program nasional, termasuk RANHAM generasi VI.
“Kami akan terus bekerja sama dengan berbagai institusi agar tidak ada satu pun anak kehilangan hak asasinya akibat perundungan,” tegasnya. XPOSEINDONESIA/AM

